KALIGRAFI AL-QURAN


 

A.      PENDAHULUAN
Kaligrafi merupakan seni arsitektur rohani, yang dalam proses penciptaannya melalui alat jasmani. Kaligrafi atau khath, dilukiskan sebagai kecantikan rasa, penasehat pikiran, senjata pengetahuan, penyimpan rahasia dan berbagai masalah kehidupan. Oleh sebagian ulama disebutkan “khat itu ibarat ruh di dalam tubuh manusia”. Akan tetapi yang lebih mengagumkan adalah, bahwa membaca dan “menulis” merupakan perintah Allah SWT yang pertama diwahyukan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, yang tertuang dalam al-Qur’an surat al-‘Alaq ayat 1-5, yaitu:

الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِاقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمخَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍاقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَم
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhan mulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajari (mausia) dengan parantaraan kalam. Dia mengajari manusia apa yang belum diketahuinya”.

Dapat dipastikan, kalam atau pena mempunyai kaitan yang erat dengan seni kaligrafi. Dapat juga dikatakan bahwa kalam sebagai penunjang ilmu pengetahuan. Wahyu tersebut merupakan “sarana” al-Khaliq dalam rangka memberi petunjuk kepada manusia untuk membaca dan menulis. Tentang asal-usul kaligrafi itu sendiri, banyak pendapat yang mengemukakan tentang siapa yang mula-mula menciptakan kaligrafi. Untuk mengungkap hal tersebut cerita-cerita keagamaanlah yang paling tepat dijadikan pegangan. Para pakar Arab mencatat, bahwa Nabi Adam A.S yang pertama kali mengenal kaligrafi. Pengetahuan tersebut datang dari Allah SWT, sebagaiman firman-Nya dalam surat al-Baqarah ayat 31:

وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَٰؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"

Di samping itu masih ada lagi cerita-cerita keagamaan lainnya, misalnya saja, banyak yang percaya bahwa bahasa atau sistem tulisan berasal dari dewa-dewa. Nama Sanskerta adalah Devanagari, yang berarti “bersangkutan dengan kota para dewa”. Perkembangan selanjutnya mengalami perubahan akibat pergeseran zaman dan perubahan watak manusia.
Akhirnya muncul tafsiran-tafsiran baru tentang asal-usul tulisan indah atau kaligrafi yang lahir dari ide “menggambar” atau “lukisan” yang dipahat atau dicoretkan pada benda-benda tertentu seperti daun, kulit, kayu, tanah, dan batu. Hanya gambar-gambar yang mengandung lambang-lambang dan perwujudan dari keadaan-keadaan tertentu yang diasosiasikan dengan bunyi ucap sajalah yang dapat diusut sebagai awal pembentukan kaligrafi. Dari situlah tercipta sistem atau aturan tertentu untuk membacanya. Demikian juga sistem tulisan primitif Mesir Kuno atau sistem yang dikembangkan oleh kelompok-kelompok masyarakat primitif.

B.      SEJARAH KALIGRAFI AL-QURAN
1.     Pengertian Kaligrafi
Secara bahasa perkataan kaligrafi merupakan penyederhanaan dari “calligraphy” (kosa kata bahasa Inggris). Kata ini diadopsi dari bahasa Yunani, yang diambil dari kata kallos berarti beauty (indah) dan graphein: to write (menulis) berarti tulisan atau aksara, yang berarti: tulisan yang indah atau seni tulisan indah. Dalam bahasa Arab kaligrafi disebut khat yang berarti garis.
Secara istilah dapat diungkapkan, “calligraphy is handwriting as an art, to some calligraphy will mean formal penmanship, distinguish from writing only by its exellents quality” (kaligrafi adalah tulisan tangan sebagai karya seni, dalam beberapa hal yang dimaksud kaligrafi adalah tulisan formal yang indah, perbedaannya dengan tulisan biasa adalah kualitas keindahannya).[1]
Arti seutuhnya kata kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya dan cara-cara penerapannya menjadi sebuah tulisan yang tersusun. Atau apa-apa yang ditulis di atas garis-garis sebagaimana menulisnya dan membentuknya mana yang tidak perlu ditulis, mengubah ejaan yang perlu diubah dan menentukan cara bagaimana untuk mengubahnya. Sedangkan pengertian kaligrafi menurut Situmorang yaitu suatu corak atau bentuk seni menulis indah dan merupakan suatu bentuk keterampilan tangan serta dipadukan dengan rasa seni yang terkandung dalam hati setiap penciptanya.[2]

2.     Kaligrafi Menurut Para Ahli
a.      Hakim al-Rum mengatakan : Kaligrafi adalah geometri spiritual dan diekspresikan dengan perangkat fisik.
b.     Hakim al-Arab menuturkan kaligrafi adalah pokok dalam jiwa dan diekspresikan dengan indra indrawi.
c.      Yaqut al-Musta’shimi bahwa kaligrafi adalah geometri rohaniah yang dilahirkan dengan alat-alat jasmaniah.
d.     Ubaidillah ibn Abbas mengistilahkan kaligrafi dengan lisan al-yadd atau lidahnya tangan.
e.      Syaikh Syamsuddin al-Akfani sebagai berikut: kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya, dan tata cara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun atau apa yang ditulis diatas garis-garis, bagaimana cara menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis, menggubah ejaan yang perlu digubah dan menentukan cara bagaimana untuk menggubahnya.
f.      Manja Mohd Ludin dan Ahmad Suhaimi J. Mohd Nor mengungkapkan pengertian kaligrafi itu suatu coretan atau tulisan yang membawa maksud tulisan yang indah, dalam arti kata tulisan tersebut mempunyai kehalusan dan kesenian.
g.     Syeikh Syam al-Din al-Afghani menyatakan:Kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya dan tata cara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun di atas garis dan bagaimana cara menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis, mengubah ejaan yang perlu digubah dan menentukan cara bagaimana menggubahnya.
h.     Muhammad Thahir ibn ‘Abd al-Qadir al-Kurdi dalam karyanya Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi, pernah mengumpulkan sekitar tujuh macam pengertian kaligrafi atau khath, dan kemudian menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kaligrafi adalah suatu kepandaian untuk mengatur gerakan ujung jari dengan memanfaatkan pena dalam tata cara tertentu. Adapun yang dimaksud dengan pena di sini adalah pusat gerakan-gerakan ujung jari, sementara tata cara tertentu menunjukkan pada semua jenis kaidah penulisan.
Menurut Perkataan Sahabat Rosulullah SAW yaitu Ali Bin Abi Thalib Karromallohu Wajhah berkata :
-      Sepantasnya kalian menulis dngan baik, karena tulisan yang baik adalah pintu rizki
-      Khat atau tulisan indah, itu selalu akan terkenang walaupun setelah ditinggalkan oleh penulisnya bahkan sampai meninggal dunia.
-      Khat atau tulisan indah itu adalah perhiasn yang tidak ternilai harganya
-      Tulisan indah itu selalu tersembunyi dalam pengajaran sang guru, tegak dan terus menerus pengajarannya dalam menulis.
-      Khat atau tulisan indah itu merupakan kepandaian hati yang ditampakkan oleh alat-alat jasmaniah, jika kalian memperbaiki penamu berarti engkau memperbaiki tulisannmu. Dan jika kalian mengabaikan penamu berarti kalian mengabaikan tulisanmu.
-      Khat atau tulisan indah merupakan ucapan  atau bahasa tangan dan kebanggaan yang tidak nampak dan dapat menajamkan akal pikiran, dan menjadi inspirasi pikiran dan juga senjata ilmu pengetahuan sebagai sarana untuk memindahkan informasi, dan sebagai pemelihara peninggalan-peninggalan sejarah
-      Memang sesungguhnya gambarannya tulisan indah itu tidak nampak akan tetapi artinya sangat jelas, barangkali tulisan itu tidak tampak oleh pandangan atau mata akan tetapi dia memenuhi khazanah keilmuan.

Kaligrafi melahirkan suatu ilmu tersendiri tentang tata cara menulis, meneliti tentang tanda-tanda bahasa yang bisa dikomunikasikan, yang dibuat secara propesional dan harmonis yang dapat dilihat secara kasat mata dan diakui sebagaimana susunan yang dihasilkan lewat kerja kesenian. Di samping itu ada juga yang mengungkapkan bahwa kaligrafi itu sebagai suatu kepandaian untuk mengatur gerakan ujung jari dengan memanfaatkan pena atau kalam dengan metode atau tata cara tertentu.
Meskipun bermacam-macam pengertian yang dikemukakan oleh para ahli, namun pada dasarnya tujuan ungkapan tersebut mengarah kepada arti tulisan yang indah. Dapat juga dikatakan suatu tulisan yang dirangkai dengan nilai estetika yang bersumber pada pikiran atau ide dan diwujudkan melalui benda materi (alat tulis) yang diikat oleh aturan dan tata cara tertentu. Jadi seni kaligrafi itu sebuah kepandaian menulis tulisan indah dengan mengikuti metode-metode tertentu untuk mempelajarinya.
Pemakaian istilah kaligrafi ini sering juga disebut orang kepada dua istilah. Ada yang menyebut dengan kaligrafi Arab dan ada juga yang menyebutnya dengan kaligrafi Islam. Mengenai istilah kaligrafi Arabistilah tersebut sama benarnya, sebab apabila ditinjau dari sejarah, seni kaligrafi itu memang lahir dari ide “menggambar” atau lukisan yang dipahat atau dicoretkan dalam benda-benda tertentu, seperti daun-daun, kulit kayu, tanah dan batu. Akar dari tulisan Arab itu dari Mesir (Kan’an Semit atau Turnesia), dari tulisan Hierogrhaph.
Lalu tulisan tersebut terpecah menjadi khath Feniqi (Funisia), dengan cabang-cabang (Arami): Nabati di Hirah atau Hurun dan Sataranjih-Suryani di Irak dan Musnad: Safawi, Samudi, Lihyani, (Utara Jazirah Arabia) dan Humeri; selatannya. Sedangkan Kamil al-Baba mengatakan bahwa pendapat yang paling dipercaya kaligrafi Arab itu diadopsi dari tulisan suku Nabati, ras Arab yang menempatkan wilayah Utara jazirah Arabia, di negeri Yordan dengan ibu kota Puetra.
Hal ini berdasarkan bukti-bukti nyata arkeologi (Dinas Purbakala) yang pernah mengadakan penelitian tentang pertumbuhan tulisan. Dalam perkembangan tulisan ini, tulisan musnad yang disebar luaskan oleh suku Maniyah (Minneni) di Yaman yang berpindah ke Arabia Utara. Kemudian dari Musnad ini lalu pindah ke Nabati sampai kedatangan Islam. Untung orang Nabatea meninggalkan sejumlah inskripsi yang tersebar di daerah yang mewakili tahap peralihan yang maju menuju perkembangan huruf Arab.[3]

C.      ALIRAN-ALIRAN DALAM KALIGRAFI AL-QURAN
Ketika mushaf-mushaf Usman sampai di wilayah-wilayah Syam, Mesir, Irak, dan Yaman, para khattat (kaligrafer) menjadi lebih giat berkreasi. Mereka tidak saja menulis dengan indah, tetapi juga berhasil menciptakan aneka gaya kaligrafi yang bermacam – macam namanya. Diantaranya :
1.       Yang dinisbahkan kepada tempat, seperti : Madani, Hejazi, Kufi, Andalusia, Farisi, dan  Magribi.
2.       Yang dinisbahkan kepada individu, seperti : Raihani, Riyasi, Yaquti, dan Gazlani.
3.       Yang dinisbahkan kepada pekerjaan atau provesi, seperti : Ijazah, Diwani, dan Tizkari.
4.       Yang dinisbahkan kepada kertas dan format, seperti : Dibaz, Bata’iq, dan Riqa’.
5.       Yang dinisbahkan kepada keindahan (tajwid) khat, seperti : Basit, Waraqi, Tajawid, dan Muhaqqoq.
6.       Yang dinisbahkan kepada bentuk geometri, seperti : Ma’il, Musalsil, Masyaq, dan Mudfir.
7.       Yang dinisbahkan kepada bentuk artistik, seperti : Mamzuj, Mudmaj, Mansur, dan Jazm.
8.       Yang dinisbahkan kepada gaya penulisan, seperti : Muhaffaf, Mufattah, Gubar, dan Hur.
9.       Yang dinisbahkan kepada iluminasi artistik, seperti : Muwarraq, Mukhammal, Murassa, dan Lu’lu’i.
10.    Yang dinisbahkan kepada kalam atau pena, seperti : Sulusain, Nisf, dan Sulust.[4]

Dari awal Islam sampai sekarang terdapat lebih dari empat ratus lebih gaya, jenis, atau aliran kaligrafi Arab. Semuanya memiliki ciri dan karakter sendiri-sendiri, tetapi yang mampu bertahan dengan penyempurnaannya hanya sekitar belasan aliran.
Menurut ketentuan yang sudah baku  dalam seni tulisan Arab murni (khath Arab), dapat dikenal beberapa jenis khat, yakni Naskhi, Tsuluts, Riq’ah, Ijazah, Diwani, Diwani Jali, Farisi dan Kufi.[5] Untuk lebih jelasnya akan kami jelaskan sebagai berikut:

1.   Naskhi
Khat Naskhi adalah jenis khat yang paling umum dipakai dalam penulisan bahasa Arab, karena di samping bentuk hurufnya yang sederhana dan mudah dibaca oleh orang non-Arab sekalipun, juga merupakan dasar bagi semua jenis khat pada umumnya.[6] Dinamakan Naskhi karena sering dipakai pada penyalinan mushaf dan penulisan naskah-naskah kitab berbahasa Arab, majalah, atau koran.  Keindahan aliran ini disebabkan karena adanya iringan harakat atau syakal walaupun pembentukannya sederhana.
Tulisan Naskhi atau Nasakh merupakan suatu jenis tulisan bentuk curcif, yakni tulisan bergerak berputar (rounded) yang sifatnya mudah untuk dibaca. Umumnya tulisan curcif ini lebih berperanan sebagai tulisan mushaf Al-Quran bila dibandingkan dengan Khat Koufi.
Ibn Muqlah merumuskan empat ketentuan tentang tata cara dan tata letak yang sempurna tulisan Naskhi, yakni Tashrif (jarak huruf yang rapat dan teratur), Ta’lif (susunan huruf yang terpisah dan bersambung dalam bentuk yang wajar), Tasthir (keselarasan dan kesempurnaan hubungan satu kata dengan kata lainnya dalam satu garis lurus), Tanshil (memancarkan keindahan dalam setiap sapuan garis pada setiap huruf)


Text Box:  Contohnya sebagai berikut:









Text Box:


Text Box:
 
















2.   Tsuluts
Tsuluts yang berarti sepertiga, yaitu sepertiga kertas yang sering dipakai di kedutaan Mesir. Gaya Tsuluts tampak lebih tegas daripada Naskhi walaupun huruf-hurufnya agak mirip dengan gaya Naskhi dalam pembentukannya yang berumpun satu jenis. Bentuk dan lekukan huruf-hurufnya jelas dan gagah. Keindahannya terletak pada penataan hurufnya yang serasi  dan sejajar dengan disertai harakat dan hiasan-hiasan huruf sehingga tidak mustahil kalu jenis ini memperoleh nilai tertinggi daripada jenis-jenis yang lainnya. Keluwesannya tidak terikat dengan garis yang digunakan pada judul-judul naskah, papan nama, dekorasi, lukisan, desain dan lain-lain[7].
Contohnya:


Text Box:
 












Text Box:
 












3.   Riq’ah
Dinamakan Riq’ah karena sesuai dengan gaya penulisannya yang kecil-kecil serta terdapat sudut siku-siku yang unik dan indah. Khat Riq’ah merupakan salah satu khat yang kurang cocok jika diberi syakal dan hiasan sebab lebih digunakan pada penulisan steno atau cepat, misalnya untuk catatan sekolah atau wartawan. Khat ini kurang luwes dipakai dalam lukisan karena lebih banyak terikat dengan kaidah penulisannya yang di atas garis meskipun ada beberapa huruf yang sebagian di bawah garis.[8]
Text Box:  Contohnya:









Text Box:
 














4.   Ijazah
Sesuai dengan namanya, khat ini lebih banyak dipakai untuk ijazah-ijazah. Menilik jenisnya, gaya ini merupakan gabungan dari Naskhi dan Tsuluts. Bentuknya kecil seperti Naskhi, tetapi huruf-hurufnya luwes seperti Tsuluts, baik dalam syakal maupun hiasan-hiasannya.[9]
Contohnya:


 














5.   Diwani
Jenis khat ini sering dipakai untuk tulisan kantor-kantor, lencana, surat-surat resmi, dan lain-lain. Namanya yang terambil dari kata diwan yang berarti kantor sesuai dengan huruf-hurufnya yang berbentuk lembut, gemulai penuh gaya melingkar, serta tersusun di atas garis seperti khat Riq’ah. Perlu diperhatikan bahwa gaya Diwani tidak memakai syakal ataupun hiasan dalam penyusunannya. Karena bila memakai, justru kurang menyatu dengan gaya penulisanya.[10]


Text Box:  Contoh khat Diwani:








Text Box:
 









6.   Diwani Jali
Khat ini lebih jelas daripada Diwani biasa. Perbedaanya, yaitu pemberian syakal, hiasan, dan bertitik-titik rata pada lekukan-lekukan hurufnya, lebih memperindah penyusunan khat ini. Namun gaya ini jarang digunakan kecuali dalam dekorasi.
Contohnya:


Text Box:
 














Text Box:


Text Box:
 































7.   Kufi
Kata Kufi diambil atau dinisbahkan pada asalnya, yaitu Kufah. Dengan pembentukan yang geometris atau balok bergaris lurus, Kufi lebih mudah disusun sesuai keinginan dengan menyatukan pembentukan yang sejajar, kemudian diolah untuk motif dekorasi sehingga keindahan Kufi akan terlihat, apalagi jika dibubuhi ornamen-ornamen. Khat ini cocok dipakai untuk judul buku, dekorasi, atau lukisan.[11] Khat ini memiliki ratusan jenis dan aliran sesuai dengan daerah yang mengembangkannya.
Contohnya:







Text Box:
 






















8.   Farisi
Khat ini sama dengan jenis Ta’liq yang berarti menggantung. Farisi sendiri terkait dengan nama daerah asalnya, yaitu Persia (Iran). Gaya Farisi memiliki kecenderungan kemiringan huruf ke kanan dan ditulis tanpa harakat ataupun hiasan. Khat ini sampai sekarang masih tetap dipakai oleh orang-orang Iran, Pakistan, baik formal maupun nonformal. Khat ini juga cocok dalam berbagai bidang.[12]
Contohnya:
Text Box:












Text Box:



Text Box:


 

















Selain itu masih banyak jenis dan aliran khat yang berkembang hingga saat ini, seperti Tsulutsi Jali, contoh:


Text Box:
 







D.      PERKEMABANGAN KALIGRAFI AL-QURAN
1.     Perkembangan Kaligrafi Al-Quran
Proses menuju kesempurnaan perkembangan kaligrafi Arab sebelum Islam menuju kesempurnaan pada abad ke-3 M, diperkirakan seabad sebelum kedatangan Islam orang Hijaz sudah ada yang mengenal tulisan. Hal ini terjadi karena ada hubungan dagang mereka dengan Arabia Utara dengan Arabia Selatan yang sudah mengenal huruf seperti suku Hunain di Yaman.
Mereka ini melakukan perjalanan sambil belajar tulis baca di Syria begitu juga yang lainnya di Ambar Irak. Menurut catatan sejarah di Hijaz hanya ada beberapa orang yang pandai tulis baca yang terdiri dari orang Quraish dan orang Madinah khususnya orang Yahudi.Kemudian pada abad ke-7M, terjadi sedikit perkembangan penulisan di kalangan masyarakat Jazirah Arabia.
Tulisan sederhana (belum sempurna) telah ada, seperti yang dibuktikan oleh temuan arkeologis (prasasti pada batu, pilar dan seterusnya) di Jazirah Arab. Selain itu sisa-sisa paleorafis (tulisan pada material seperti papyrus dan kertas kulit) dapat juga sebagai tanda untuk membuktikan bahwa orang Arab pada zaman itu sudah mempunyai pengetahuan menulis.
Keterlambatan perkembangan ini karena bangsa Arab ini dikenal sebagai masyarakat yang suka berpindah-pindah (nomaden). Mereka tidak terbiasa menulis peristiwa. Jadi sangatlah sulit untuk mencari data tertulis atau prasasti yang membuktikan peta perjalanan sejarah sebuah kemajuan di Jazirah Arab.
Mereka dikenal sebagai bangsa yang kuat daya hafalnya. Jadi tidak diperlukan tulisan untuk menyampaikannya, karena menurut pandangan mereka orang yang menulis itu adalah orang yang mempunyai hafalan yang kurang kuat.Yang menjadi kebanggaan bagi bangsa Arab pada waktu itu adalah syair. Syair merupakan penalaran paling berharga dalam mengungkapkan makna-makna perasaan hati dan gejolak pikiran. Hal ini karena kehidupan mereka terbiasa di alam bebas, padang pasir yang membentang luas dan terbebas dari pengaruh budaya asing, yang menjadikan mereka leluasa dan terlatih untuk menghayalkan apa saja yang mereka alami dalam kehidupan.
Kemudian syair-syair tersebut mereka hafal agar mudah disampaikan kapan saja dikehendakinya.Kebanggaan mereka terhadap syair memang luar biasa. Mereka akan merasa lebih bangga apabila salah seorang dari anggota keluarga atau kabilahnya adalah seorang penyair dibanding mempunyai seorang panglima perang.
 Apabila syair atau pantun itu mendapat nilai paling bagus, maka syair tersebut langsung ditempelkan di dinding ka’bah, sebagai tanda suatu penghormatan yang luar biasa. Menurut literatur Arab, hanya pernah ada tujuh jenis syair pujaan yang disebut al-Mu’allaqat (gantungan) sebagai hasil karya seni sastra maha indah dan paling sempurna yang mempunyai nama terhormat, karena ditulis dengan tinta emas.
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan tulis menulis itu sudah ada, tetapi masih sangat langka, kecuali saat-saat dibutuhkan.Itulah sebabnya pada bangsa Arab sebelum Islam datang seni kaligrafi itu berkembang, perjalanannya agak tersendat, lebih dari seribu tahun tidak melahirkan keanekaan, karena mereka tidak membudayakan menulis. Apabila ada syair yang pantas untuk dibanggakan maka barulah orang Arab tersebut menulisnya dan menggantungkannya pada dinding Ka’bah. Memang pada saat itu juga tidak disebutkan mereka menggunakan jenis khath apa dalam menulis tersebut.
Tetapi dapatlah dipastikan bahwa kaligrafi Islam tersebut berasal dari tulisan Arab karena tulisannya menggunakan tulisan Arab. Dan tulisan-tulisan yang berkembang di daerah Arab sebelum Islam datang dapatlah dikategorikan sebagai kaligrafi Arab.Setelah Islam datang tulisan Arab ini mulai berkembang, karena mereka juga dianjurkan menulis dan membaca.
Mereka sudah mulai menulis tentang ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits.Apalagi yang mereka tulis itu adalah wahyu Allah. Setiap ayat yang telah diturunkan Allah dan mereka terima dari Rasulullah lalu mereka tulis agar lebih mudah mengingatnya. Mereka yang menulis ini biasanya ditunjuk oleh Zaid bin Tsabit. Bukan itu saja yang menunjang mereka untuk menulis, ternyata ayat yang pertama kali diturunkan itu adalah ayat mengenai perintah untuk membaca dan menulis, sebagaimana yang tertulis dalam surat al-Alaq ayat 1-5
a.    Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan
b.   Menciptakan manusia dari segumpal darah
c.    Bacalah! Dan Tuhanmu Maha Pemurah
d.   Yang mengajarkan manusia menulis dengan kalam
e.    Mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya
Dari ayat tersebut sangat jelas bahwa membaca dan menulis itu memang dianjurkan. Semenjak turunnya al-Quran merupakan perkembangan awal kaligrafi ini dimulai. Keperluan untuk merekam al-Quran memaksa mereka untuk memperbaharui tulisan mereka dan memperindahnya sehingga ia pantas menjadi wahyu Allah. Kemudian ayat tersebut disebarkan oleh Rasulullah secara lisan dan kemudian dihafal oleh para hafiz untuk dapat dibaca dalam hati.
Tetapi setelah Nabi wafat tahun 633 M, sejumlah hafiz tersebut banyak yang gugur dalam peperangan.Umar bin Khattab memperingatkan hal tersebut kepada Abu Bakar sebagai khalifah pada masa itu. Pada waktu itu Abu Bakar masih ragu, sebab hal ini belum pernah dilakukan pada masa Rasul. Setelah didesak oleh Umar karena banyak pula terdapat perbedaan dialek bacaan tentang ayat al-Quran ini, lalu Abu Bakar membentuk sebuah panitia dalam penulisan ini yang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit yang merupakan juru tulis Nabi sebelum Nabi wafat.
Zaid bin Tsabit menyusun dan mengumpulkan wahyu ke dalam bentuk mushaf. Penyusunan ini baru terlaksana setelah masa kekhalifahan Usman bin Affan pada tahun 651 M. Penyusunan yang disucikan ini kemudian disalin ke dalam empat atau lima dalam bentuk edisi yang serupa, kemudian dikirim ke wilayah-wilayah Islam yang penting untuk digunakan sebagai naskah yang penting sebagai kitab buku.
Dari sanalah dimulai semua salinan al-Quran dibuat, mula-mula dalam tulisan Mekah dan Madinah, yang merupakan ragam setempat tulisan Jazm, kemudian dalam tulisan Kufah dan selanjutnya dalam sebagian besar ragam tulisan Arab yang berkembang di negeri-negeri muslim.
Selain dari adanya kaitan dengan al-Quran, perkembangan seni kaligrafi ini berkembang dengan pesat juga disebabkan oleh beberapa faktor lainnya, sehingga dapat merata di seluruh dunia Islam, diantaranya:
a.    Karena pengaruh ekspansi kekuasaan Islam, setelah Nabi Muhammad SAW wafat, Islam telah meluas sampai keluar jazirah Arab. Dengan penyebaran tersebut terjadilah urbanisasi besar-besaran ke wilayah baru dan pertemuan budaya antara Islam dan wilayah taklukan serta adanya proses Arabisasi pada wilayah tersebut.
b.   Adanya penamaan nama-nama raja dan kaum elit sosial. Dalam catatan sejarah bahwa gaya tulisan Tumar (lembaran halus daun pohon Tumar), diciptakan atas perintah langsung dari khalifah Muawiyah (40H/661M-60H/680M). Tulisan ini kemudian menjadi tulisan resmi pada pemerintahan Daulah Umayyah.
Ketika pemerintahan Muawiyah, kaligrafi ini mulai berkembang, orang terpicu untuk mempelajari tulisan Arab karena adanya sistem Arabisasi yang diterapkan oleh pemerintahan Bani Umayyah. Bahasa Arab itu diberlakukan bukan saja khusus untuk bangsa Arab, tetapi pada setiap orang Islam meskipun dia bukan orang Arab. Dengan adanya sistem arabisasi menjadikan bentuk tulisan Arab semakin berkembang, sehingga muncul bermacam-macam model tulisan Arab yang baru.
Pada masa pemerintahan Abbasiyah penulisan kaligrafi ini sudah mulai membudaya. Apalagi pada masa pemerintahan al-Makmun yang sangat menyukai kaligrafi. Pada masa ini juga sudah dimulai penterjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab. Akhirnya penulisan Arab semakin berkembang, sehingga pada masa ini lahirlah berbagai tokoh kaligrafi yang dikenal.
Ahli kaligrafi yang terbesar pada zaman Mamluk adalah Muhammad Ibnu al-Walid, yang meninggalkan salinan al-Quran yang unik dalam tulisan sulus yang telah disalin ulang pada tahun 1304 M. Untuk seorang pejabat tinggi Baybar, yang kemudian menjadi Sultan Baybar (1308-09). Hal tersebut membuktikan bahwa kemampuan dalam seni kaligrafi dapat menambah prestasi seseorang untuk mendapatkan jabatan.
Ilham Khoiri mengatakan bahwa ada semacam motivasi normatif al-Qur’an yang mendorong kemajuan perkembangan seni kaligrafi ini. Hal ini dapat dibagi kepada empat wujud yaitu adanya perintah untuk belajar menulis al-Quran sebagai al-Kitab dan pengertiannya sebagai maqru, tambahan lagi adanya perintah untuk menuntut ilmu serta larangan menyembah atau memuja patung dan berhala. Selain itu ada hadits nabi yang menyatakan bahwa menulis ayat al-Quran dengan indah itu akan mendapat pahala. Sebagaimana yang dinyatakan oleh:
”Abu Ashim telah mengabarkan kepada kami dan kemudian dia mengabarkan kepadaku, dari Abdul Malik bin Abdullah bin Abu Sofyan. Dari ibunya Amru bin Abu Sofyan. Sesungguhnya dia mendengar dari Umar bin Khatab bahwasanya Rasulullah bersabda: Kukuhkanlah ilmu itu dengan tulisan”

Faktor tersebut yang menjadi pemicu para kuttab untuk menulis al-Quran dengan indah. Secara tidak langsung mereka yang menulis ayat al-Quran dengan indah berarti mereka turut serta mengagungkan al-Quran dan memeliharanya dengan baik. Apabila al-Quran ditulis dengan baik dan indah menjadikan orang senang untuk membacanya.
Akhirnya dengan demikian keindahan tulisan tersebut menjadikan suatu motivasi untuk selalu membaca al-Quran, bagi orang yang selalu membaca al-Quran akan mendapat pahala di sisi Allah.Sumbangan terbesar dari kaligrafi Islam ini adalah Syaikh Hamdullah al-Masi (W. 1502), yang dipandang sebagai kaligrafer terbesar sepanjang dinasti Utsmaniyah. Dia mengajarkan kaligrafi kepada sultan Usmaniyah Bayazid II (1481-1520).
Sultan tersebut sangat menghormatinya dan membayarnya mahal untuk setiap tinta yang mengalir, sementara syaikh menulis kalimat-kalimatnya. Begitu besarnya perhatian pemerintah terhadap kaligrafi, sehingga setiap kaligrafer itu senantiasa diberi imbalan yang besar atas setiap karyanya.
Kaligrafernya tidak saja terdapat dari kalangan laki-laki saja, wanita pun sudah ada yang menggeluti dalam bidang seni kaligrafi ini. Padsyah-Khatun salah seorang kaligrafer wanita yang berasal dari Iran berkiprah di Jerman selama empat tahun sebelum kewafatannya tahun 1296. Dia seorang kaligrafer yang mahir menulis kaligrafi yang dikembangkan oleh Yaqut, dan telah melakukan penyalinan al-Quran. Seni kaligrafi yang berkembang setelah Islam datang ini dapat dikatakan dengan kaligrafi Islam. Karena tulisan yang sering disebut oleh bangsa Arab itu ayat al-Quran.
Model-model tulisan Arab yang digunakan pun makin berkembang.Perkembangan kaligrafi Arab ini tumbuh bersamaan dengan tumbuhnya peradaban Arab dan munculnya peradaban Islam. Azzahawy mengemukakan bahwa perkembangan kaligrafi itu kepada dua bentuk:
a.    Khat yang kaku, yaitu berasal dari bangsa Ibrani. Khat ini digunakan untuk menulis catatan resmi dan surat kabar.
b.    Khat yang mulai lentur atau elastis apabila dibandingkan dengan khat sebelumnya, yaitu rangkaian huruf yang berkaitan satu sama lain, seperti khat naskhi. Khat ini dipakai dalam kegiatan sehari-hari dalam bentuk berlobang, bulat dan terbuka.
Kepandaian seni kaligrafi ini tidak banyak dipraktekkan oleh orang-orang yang sezaman dengan Nabi, meskipun sebagian sahabat dan keluarganya sudah ada yang pandai membaca dan menulis. Hal ini karena pada waktu Nabi sendiri tidak pernah mempelajari kepandaian ini. Sedangkan kecendrungan orang pada masa itu pada syair dan prosa dengan menggunakan budaya hafalan. Jadi pada masa itu seni sastra sangat berkembang dan semakin mendapat perhatian dan sering dijadikan kompetisi.
Kemudian setelah Nabi wafat, barulah mereka merasakan kebutuhan untuk menulis. Karena pada masa ini sudah banyak di antara sahabat nabi yang hafal al-Quran dalam peperangan. Lalu Umar bin Khattab mengusulkan agar al-Quran itu dibukukan, karena kuatir al-Quran itu akan hilang secara perlahan.
Setelah pada masa Usman barulah berhasil al-Quran itu dibukukan. Menurut catatan sejarah jenis khath yang pertama kali digunakan adalah khath khufi. Dalam bukunya Athlasul Khat wa al-Kutub, Habibullah Fadzoili (1993) mengemukakan tentang gambaran perkembangan kaligrafi Arab Perkembangan tersebut terbagi kepada tujuh periode, yaitu:
a.    Periode pertumbuhan. Pada masa ini gaya Kufi muncul pertama kali dengan tidak ada menggunakan tanda baca pada huruf tersebut. Kemudian pada abad ke-7 H, lahir pemikiran untuk menggunakan tanda baca oleh seorang ahli bahasa Abu Aswad Ad-Duali yang kemudian dilanjutkan oleh muridnya sehingga mencapai tahapan kesempurnaan. Pada abad ke-8 H, gaya Kufi ini mencapai keelokan sehingga bertahan selama tiga ratus tahun. Bahkan pada abad ke-11, gaya Kufi ini telah memperoleh banyak monumental.
b.   Periode pertumbuhan dan perindahan yang dimulai sejak akhir kekhalifahan Bani Umayyah sampai pertengahan kekuasaan Abbasiyah di Bagdad. Pada masa ini muncul modifikasi dan pembentukan gaya-gaya lain. Selain gaya Kufi pada masa ini merupakan tahapan pertumbuhan dan perindahan. Dan pada masa ini ditemukan enam rumusan pokok (al-aqlam as-Sittah), yaitu Tsulus, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riq’i dan Tauqi’. Selain itu pada periode ini terdapat pula sekitar dua puluh empat gaya khat yang berkembang, bahkan pada akhirnya mencapai dua puluh enam gaya khath.
c.    Periode penyempurnaan dan perumusan kaidah penulisan huruf oleh Abu Ali Muhammad bin Muqlaq, (W.329H/940) dan saudaranya, Abu Abdullah Hasan bin Muqlaq dengan metode al-Khath al-Mansub (ukuran standar dan bentuk kaligrafi). Pada masa ini Ibn Muqlaq sangat besar jasanya dalam membangun gaya Naskhi dan Tsulus. Di samping itu ia juga memodifikasi sekitar empat belas gaya kaligrafi serta menemukan dua belas kaidah untuk pegangan seluruh aliran.
d.   Periode pengembangan dari rumusan Ibnu Muqlaq ini oleh Ibn al-Bawwab (W.1022 M), yang berhasil menemukan gaya yang lebih gemulai yaitual-Mansub al-Faiq (pertautan yang indahyaitu suatu gaya kaligrafi dari gabungan khath Naskhi dan Muhaqqaq). Dia juga menambahkan hiasan pada tiga belas gaya kaligrafi yang menjadi eksperimennya.
e.    Periode pengolahan khath dan pemikiran tentang metode hiasan baru dengan penyesuaian pena bambu, yaitu pemotongan miring pada pena tersebut oleh sang kiblatul kuttab, Jamaluddin Yaqut al-Musta’shimi (W. 698 H/1298 M). Di samping itu dia juga mengolah gaya al-Aqlam as-Sittah yang masyhur pada periode kedua dengan sentuhan kehalusan penuh estetika serta mengembalikan hukum-hukum Ibnu Muqlaq dan Ibn al-Bawwab. Yakut ini berhasil mengembangkan gaya baru dalam tulisan Tsulus. Pada masa ini para kaligrafer lain juga antusias menciptakan gaya-gaya kaligrafi ini sehingga dalam periode ini mampu menghasilkan gaya kaligrafi sampai ratusan gaya.
f.    Periode perkembangan pada masa dinasti Mamluk di Mesir dan Dinasti Safawi di Persia. Pada periode ini muncul tiga gaya baru yaitu ta’liq (farisi) yang disempurnakan oleh kaligrafer Mir Ali (W.1916), dan gaya Sikhatseh (berbentuk terpecah-pecah) oleh khattah Darwisi Abdul Majid. Pada masa ini juga muncul kaligrafer kenamaan di Mesir yang bernama Thab-thab.
Ragam model gaya kaligrafi yang berkembang pada periode perkembangan ini tidak berhenti sampai di situ saja, bahkan pada masa berikutnya bermunculan para kaligrafer yang tidak kalah hebatnya dan mampu menggores tulisan yang halus dan sarat dengan nilai seni dan keindahan. Demikian juga di Baghdad ditemukan tiga kaligrafer besar yaitu Musthafa Raqim, Syeikh Musa ‘Azmi (lebih dikenal dengan Hamid al-Amidi).
Bentuk model khath yang berkembang tersebut diciptakan oleh tokoh-tokoh kaligrafer itu sendiri. Namun peletakan gaya kaligrafi ini tidak seluruhnya dapat diketahui dengan jelas. Contohnya kaligrafi gaya Kufi merupakan gaya kaligrafi yang tertua dan tidak diketahui dengan jelas siapa peletak dan pencipta dari model khath ini.
Sedangkan khath Naskhi lahir jelas diketahui siapa peletak pertama dari gaya khath ini adalah Ibn Muqlah, karena kelahiran khath ini sudah tampak sebelum kelahiran Ibn Muqlah, dan dia juga yang mendewasakan jenis model dari khath ini. Demikian juga halnya khath Diwany pencipta pertamanya Ibnu Munif di Turki (860 H). Gaya Riq’ah diciptakan al-Mutasyar Mumtaz Bek di Turki (1280 H).
Pada awal pertumbuhannya kaligrafi itu tumbuh  beragam dan bersifat kursif (lentur dan ornamental) dan sering pula dipadu dengan ornamen floral. Model kaligrafi kursif yang tumbuh pada masa itu Tsulus, Naskhi, Muhaqqaq, Riqa’, Raihani dan Tauqi’. Keenam gaya inilah yang dikenal dengan al-Aqlam as-Sittah, atau Sihs Qalam (Persia), atau The Six Hands Styles (Inggris). Keenam gaya kaligrafi ini mengalami seleksi alam. Di antara jenis gaya kaligrafi tersebut mulai beransur-ansur hilang.
Gaya Riq’ah dan Tauqi’ sudah mulai beransur surut dari peredaran, karena luruh dan gayanya berkarakter mirip Tsulus, sementara jenis khath yang lain tetap eksis dan berkembang semakin sempurna. Perkembangan ini mencapai titik kulminasi pada masa pemerintahan Daulah Utsmani (sekitar abad ke-16) dan dinasti Safawi di Iran juga dalam periode yang sama.Pada periode tersebut di Turki juga berkembang jenis gaya kaligrafi Syikatsah, Syikatsah-Amiz, Diwani, Diwani Jali, Riq’ah dan Ijazah. Sementara Farisi (ta’liq) berkembang di Iran.
Dari seluruh model tulisan kaligrafi ini, baik dari al-Aqlam as-Sittah maupun yang munculnya belakangan namun yang masih sering dipakai sampai sekarang yakni gaya Tsulus, Naskhi, Farisi, Diwani, Diwani Jali, Riq’ah, Ijazah (Raihani) serta model Kufi. Perkembangan model-model ini dapat juga dilihat dari perkembangan sejarah. Ilham Khoiri mengelompokkan kepada dua yaitu perkembangan seni kaligrafi sebelum al-Quran turun dan setelah al-Quran diturunkan.
Namun yang paling pesat perkembangn model kaligrafi itu adalah setelah al-Quran diturunkan. Karena pada masa ini banyak terdapat seniman, ahli kaligrafi dan peminat dan pencinta kaligrafi yang berasal dari kabilah-kabilah. Hal ini dikarenakan terdapatnya keindahan pada seni kaligrafi yang dapat mengokohkan peradaban yang dibutuhkan.
Perkembangan seni kaligrafi tersebut ada yang bersifat hiasan dan ada juga yang bersifat kaidah. Kaligrafi yang pertama digunakan sebagai hiasan tersebut adalah khath Kufi, seperti yang terdapat pada arsitektur bangunan. Sedangkan yang bersifat kaidah itu seperti Tsulus, Riq’ah, dan Naskhi.[13]

2.     Perkembangan Kaligrafi Periode Lanjut
Selain di kawasan negeri Islam bagian timur (al-Masyriq) yang membentang di sebelah timur Libya termasuk Turki, dikenal juga kawasan bagian barat dari negeri Islam (al-Maghrib) yang terdiri dari seluruh negeri Arab sebelah barat Mesir, termasuk Andalusia (Spanyol Islam). Kawasan ini memunculkan bentuk kaligrafi yang berbeda.
Gaya kaligrafi yang berkembang dominan adalah Kufi Maghribi yang berbeda dengan gaya di Baghdad (Irak). Sistem penulisan yang ditemukan oleh Ibnu Muqlah juga tidak sepenuhnya diterima, sehingga gaya tulisan cursif yang ada bersifat konservatif.
Sementara bagi kawasan Masyriq, setelah kehancuran Daulah Abbasiyah oleh tentara Mongol dibawah Jengis Khan dan puteranya Hulagu Khan, perkembangan kaligrafi dapat segera bangkit kembali tidak kurang dari setengah abad. Oleh Ghazan cucu Hulagu Khan yang telah memeluk agama Islam, tradisi kesenian pun dibangun kembali.
Penggantinya yaitu Uljaytu juga meneruskan usaha Ghazan, ia memberikan dorongan kepada kaum terpelajar dan seniman untuk berkarya. Seni kaligrafi dan hiasan al-Qur’an pun mencapai puncaknya. Dinasti ini memiliki beberapa kaligrafer yang dibimbing Yaqut seperti Ahmad al-Suhrawardi yang menyalin al-Quran dalam gaya Muhaqqaq tahun 1304, Mubarak Shah al-Qutb, Sayyid Haydar, Mubarak Shah al-Suyufi dan lain-lain.
Dinasti Il-Khan yang bertahan sampai akhir abad ke-14 digantikan oleh Dinasti Timuriyah yang didirikan Timur Leng. Meskipun dikenal sebagai pembinasa besar, namun setelah ia masuk Islam kaum terpelajar dan seniman mendapat perhatian yang istimewa. Ia mempunyai perhatian besar terhadap kaligrafi dan memerintahkan penyalinan al-Qur’an.
Hal ini dilanjutkan oleh puteranya Shah Rukh. Diantara ahli kaligrafi pada masa ini adalah Muhammad al-Tughra’i yang menyalin al-Qur’an bertarih 1408 dalam gaya Muhaqqaq emas. Dan putera Shah Rukh sendiri yang bernama Ibrahim Sulthan menjadi salah seorang kaligrafer terkemuka.
Dinasti Timuriyah mengalami kemunduran menjelang abad ke-15 dan segera digantikan oleh Dinasti Safawiyah yang bertahan di Persia dan Irak sampai tahun 1736. pendirinya Shah Ismail dan penggantinya Shah Tahmasp mendorong perumusan dan pengembangan gaya kaligrafi baru yang disebut Ta’liq yang sekarang dikenal khat Farisi. Gaya baru yang dikembangkan dari Ta’liq adalah Nasta’liq yang mendapat pengaruh dari Naskhi. Tulisan Nasta’liq ahkirnya menggeser Naskhi dan menjadi tulisan yang biasa digunakan untuk menyalin sastra Persia.
Di Kawasan India dan Afganistan berkembang kaligrafi yang lebih bernuansa tradisional. Gaya Behari muncul di India pada abad ke-14 yang bergaris horisontal tebal memanjang yang kontras dengan garis vertikalnya yang ramping.
Sedangkan di kawasan Cina memperlihatkan corak yang khas lagi, dipengaruhi tarikan kuas penulisan huruf Cina yang lazim disebut gaya Shini. Gaya ini mendapat pengaruh dari tulisan yang berkembang di India dan Afganistan. Tulisan Shini biasa ditorehkan di keramik dan tembikar.
Dalam perkembangan selanjutnya, wilayah Arab diperintah oeh Dinasti Utsmaniyah (Ottoman) di Turki. Perkembangan kaligrafi sejak masa dinasti ini hingga perkembangan terakhirnya selalu terkait dengan dinasti Utsmaniyah Turki. Perkembangan kaligrafi pada masa Utsmaniyah ini memperlihatkan gairah yang luar biasa. Kecintaan kaligrafi tidak hanya pada kalangan terpelajar dan seniman tetapi juga beberapa sultan bahkan dikenal juga sebagai kaligrafer.
Mereka tidak segan-segan untuk merekrut ahli-ahli dari negeri musuh seperti Persia, maka gaya Farisi pun dikembangkan oleh dinasti ini. Adapun kaligrafer yang dipandang sebagai kaligrafer besar pada masa dinasti ini adalah Syaikh Hamdullah al-Amasi yang melahirkan beberapa murid, salah satunya adalah Hafidz Usman.
Perkembangan kaligrafi Turki sejak awal pemerintahan Utsmaniyah melahirkan sejumlah gaya baru yang luar biasa indahnya, berpatokan dengan gaya kaligrafi yang dikembangkan di Baghdad jauh sebelumnya. Yang paling penting adalah Syikastah, Syikastah-amiz, Diwani, dan Diwani Jali. Syikastah (bentuk patah) adalah gaya yang dikembangkan dari Ta’liq an Nasta’liq awal.
Gaya ini biasanya dipakai untuk keperluan-keperluan praktis. Gaya Diwani pun pada mulanya adalah penggayaan dari Ta’liq. Tulisan ini dikembangkan pada akhir abad ke-15 oleh Ibrahim Munif, yang kemudian disempurnakan oleh Syaikh Hamdullah. Gaya ini benar-benar cursif, dengan garis yang dominan melengkung dan bersusun-susun.
Diwani kemudian dikembangkan lagi dan melahirkan gaya baru yang lebih monumental disebut Diwani Jali, yang juga dikenal sebagai Humayuni (kerajaan). Gaya ini sepenuhnya dikembangkan oleh Hafidz Usman dan para muridnya.[14]

3.     Perkembangan Kaligrafi Al-Quran di Indonesia
Di Indonesia, kaligrafi merupakan bentuk seni budaya Islam yang pertama kali ditemukan, bahkan ia menandai masuknya Islam di Indonesia. Ungkapan rasa ini bukan tanpa alasan karena berdasarkan hasil penelitian tentang data arkeologi kaligrafi Islam yang dilakukan oleh Prof. Dr. Hasan Muarif Ambary, kaligrafi gaya Kufi telah berkembang pada abad ke-11, datanya ditemukan pada batu nisan makam Fatimah binti Maimun di Gresik (wafat 495 H/1082 M) dan beberapa makam lainnya dari abad-abad ke-15.
Bahkan diakui pula sejak kedatangannya ke Asia Tenggara dan Nusantara, disamping dipakai untuk penulisan batu nisan pada makam-makam, huruf Arab tersebut (baca: kaligrafi) memang juga banyak dipakai untuk tulisan-tulisan materi pelajaran, catatan pribadi, undang-undang, naskah perjanjian resmi dalam bahasa setempat, dalam mata uang logam, stempel, kepala surat, dan sebagainya. Huruf Arab yang dipakai dalam bahasa setempat tersebut diistilahkan dengan huruf Arab Melayu, Arab Jawa atau Arab Pegon.
Pada abad XVIII-XX, kaligrafi beralih menjadi kegiatan kreasi seniman Indonesia yang diwujudkan dalam aneka media seperti kayu, kertas, logam, kaca, dan media lain. Termasuk juga untuk penulisan mushaf-mushaf al-Quran tua dengan bahan kertas deluang dan kertas murni yang diimpor.
Kebiasaan menulis al-Qur’an telah banyak dirintis oleh banyak ulama besar di pesantren-pesantren semenjak akhir abad XVI, meskipun tidak semua ulama atau santri yang piawai menulis kalgrafi dengan indah dan benar. Amat sulit mencari seorang khattat yang ditokohkan di penghujung abad XIX atau awal abad XX, karena tidak ada guru kaligrafi yang mumpuni dan tersedianya buku-buku pelajaran yang memuat kaidah penulisan kaligrafi.
Buku pelajaran tentang kaligrafi pertama kali baru keluar sekitar tahun 1961 karangan Muhammad Abdur Razaq Muhili berjudul ‘Tulisan Indah’ serta karangan Drs. Abdul Karim Husein berjudul ‘Khat, Seni Kaligrafi: Tuntunan Menulis Halus Huruf Arab’ tahun 1971.
Pelopor angkatan pesantren baru menunjukkan sosoknya lebih nyata dalam kitab-kitab atau buku-buku agama hasil goresan tangan mereka yang banyak di tanah air. Para tokoh tersebut antara lain; K.H. Abdur Razaq Muhili, H. Darami Yunus, H. Salim Bakary, H.M. Salim Fachry dan K.H. Rofi’i Karim.
Angkatan yang menyusul kemudian sampai angkatan generasi paling muda dapat disebutkan antara lain Muhammad Sadzali (murid Abdur Razaq), K. Mahfudz dari Ponorogo, Faih Rahmatullah, Rahmat Ali, Faiz Abdur Razaq dan Muhammad Wasi’ Abdur Razaq, H. Yahya dan Rahmat Arifin dari Malang, D. Sirojuddin dari Kuningan, M. Nur Aufa Shiddiq dari Kudus, Misbahul Munir dari Surabaya, Chumaidi Ilyas dari Bantul dan lainnya. D. Sirajuddin AR selanjutnya aktif menulis buku-buku kaligrafi danmengalihkan kreasinya pada lukisan kaligrafi.
Dalam perkembangan selanjutnya, kaligrafi tidak hanya dikembangkan sebatas tulisan indah yang berkaidah, tetapi juga mulai dikembangkan dalam konteks kesenirupaan atau visual art. Dalam konteks ini kaligrafi menjadi jalan namun bukan pelarian bagi para seniman lukis yang ragu untuk menggambar makhluk hidup. Dalam aspek kesenirupaan, kaligrafi memiliki keunggulan pada faktor fisioplastisnya, pola geometrisnya, serta lengkungan ritmisnya yang luwes sehingga mudah divariasikan dan menginspirasi secara terus-menerus.
Kehadiran kaligrafi yang bernuansa lukis mulai muncul pertama kali sekitar tahun 1979 dalam ruang lingkup nasional pada pameran Lukisan Kaligrafi Nasional pertama bersamaan dengan diselenggarakannya MTQ Nasional XI di Semarang, menyusul pameran pada Muktamar pertama Media Massa Islam se-Dunia tshun 1980 di Balai Sidang Jakarta dan Pameran pada MTQ Nasional XII di Banda Aceh tahun 1981, MTQ Nasional di Yogyakarta tahun 1991, Pameran Kaligrafi Islam di Balai Budaya Jakarta dalam rangka menyambut Tahun Baru Hijriyah 1405 (1984) dan pameran lainnya.
Para pelukis yang mempelpori kaligrafi lukis adalah Prof. Ahmad Sadali (Bandung asal Garut), Prof. AD. Pirous (Bandung, asal Aceh), Drs. H. Amri Yahya (Yogyakarta, asal Palembang), dan H. Amang Rahman (Surabaya), dilanjutkan oleh angkatan muda seperti Saiful Adnan, Hatta Hambali, Hendra Buana dan lain-lain. Mereka hadir dengan membawa pembaharuan bentuk-bentuk huruf dengan dasar-dasar anatomi yang menjauhkannya dari kaedah-kaedah aslinya, atau menawarkan pola baru dalam tata cara mendesain huruf-huruf yang berlainan dari pola yang telah dibakukan
Kehadiran seni lukis kaligrafi tidak urung mendapat berbagai tanggapan dan reaksi, bahkan reaksi itu seringkali keras dan menjurus pada pernyataan perang. Namun apapun hasil dari reaksi tersebut, kehadiran seni lukis kaligrafi dianggap para khattat sendiri membawa banyak hikmah, antara lain menimbulkan kesadaran akan kelemahan para khattat selama ini, kurang wawasan teknik, kurang mengenal ragam-ragam media dan terlalu lama terisolasi dari penampilan di muka khalayak. Kekurangan mencolok para khattat, setelah melihat para pelukis mengolah karya mereka adalah kelemahan tentang melihat bahasa rupa yang ternyata lebih atau hanya dimiliki para pelukis.
Perkembangan lain dari kaligrafi di Indonesia adalah dimasukkan seni ini menjadi salah satu cabang yang dilombakan dalam even MTQ. Pada awalnya dipicu oleh sayembara kaligrafi pada MTQ Nasional XII 1981 di Banda Aceh dan MTQ Nasional XIII di Padang 1983.
Sayembara tersebut pada akhirnya dipandang kurang memuaskan karena sistemnya adalah mengirimkan hasil karya khat langsung kepada panitia MTQ, sedangkan penulisannya di tempat masing-masing peserta. MTQ Nasional XIV di Pontianak meniadakan sayembara dan MTQ tahun selanjutnya kaligrafi dilombakan di tempat MTQ.

E.      PENUTUP
Peradaban Islam mulai muncul di permukaan ketika terjadi hubungan timbal balik antara peradaban orang-orang Arab dengan non-Arab. Pada mulanya, Islam tidak memerlukan suatu bentuk kesenian; tetapi bersama jalannya sang waktu, kaum muslimin menjadikan karya-karya seni sebagai media untuk mengekspresikan pandangan hidupnya. Mereka membangun bentuk-bentuk seni yang kaya sesuai dengan perspektif kesadaran nilai Islam, dan secara perlahan mengembangkan gaya mereka sendiri serta menambah sumbangan kebudayaan di lapangan kesenian.
Bangsa Arab diakui sebagai bangsa yang sangat ahli dalam bidang sastra, dengan sederet nama-nama sastrawan beken pada masanya, namun dalam hal tradisi tulis-menulis (baca: khat) masih tertinggal jauh bila dibandingkan dengan beberapa bangsa di belahan dunia lainnya yang telah mencapai tingkat kualitas tulisan yang sangat prestisius. Sebut saja misalnya bangsa Mesir dengan tulisan Hierogliph, bangsa India dengan Devanagari, bangsa Jepang dengan aksara Kaminomoji, bangsa Indian dengan Azteka, bangsa Assiria dengan Fonogram/Tulisan Paku dan pelbagai negeri lain sudah terlebih dahulu memiliki jenis huruf/aksara. Keadaan ini dapat dipahami mengingat Bangsa Arab adalah bangsa yang hidupnya nomaden (berpindah-pindah) yang tidak mementingkan keberadaan sebuah tulisan, sehingga tradisi lisan (komunikasi dari mulut ke mulut) lebih mereka sukai, bahkan beberapa diantara mereka tampak anti huruf. Tulisan baru dikenal pemakaiannya pada masa menjelang kedatangan Islam dengan ditandai pemajangan al-Mu’alaqât (syair-syair masterpiece yang ditempel di dinding Ka’bah).
Selain di kawasan negeri Islam bagian timur (al-Masyriq) yang membentang di sebelah timur Libya termasuk Turki, dikenal juga kawasan bagian barat negeri Islam (al-Maghrib) yang terdiri dari seluruh negeri Arab sebelah barat Mesir, termasuk Andalusia (Spanyol Islam). Kawasan ini memunculkan bentuk kaligrafi yang berbeda. Gaya keligrafi yang berkembang dominan adalah Kufi Maghribi yang berbeda dengan gaya di Baghdad (Irak). Sistem penulisan yang ditemukan oleh Ibnu Muqlah juga tidak sepenuhnya diterima, sehingga gaya tulisan kursif yang ada bersifat konservatif.
Di Indonesia, kaligrafi hadir sejalan dengan masuknya agama Islam melalui jalur perdagangan pada abad ke-7 M, lalu menyebar ke pelosok nusantara sekitar abad ke-12 M. Pusat-pusat kekuasaan Islam seperti di Sumatera, Jawa, Madura, Sulawesi, menjadi kawah candradimuka bagi eksistensi kaligrafi dalam perjalanannya dari pesisir/pantai merambah ke pelosok-pelosok daerah.
Secara genalogis, banyak pendapat yang mengemukakan tentang siapa yang mula-mula menciptakan kaligrafi. Untuk mengungkap hal tersebut cerita-cerita keagamaanlah yang paling tepat dijadikan pegangan. Para pakar Arab mencatat, bahwa Nabi Adam-lah yang pertama kali mengenal kaligrafi.
Secara garis besar, kaligrafi dapat dikelompokkan menjadi dua aliran utama, yaitu kaligrafi “murni” dan “lukisan” kaligrafi. Pertama, kaligrafi murni dimaksudkan sebagai kaligrafi yang mengikuti pola-pola kaidah yang sudah ditentukan dengan ketat, yakni bentuk yang tetap berpegang pada rumus-rumus dasar kaligrafi (khath) yang baku. Kaligrafi murni ini dapat dibedakan dengan jelas aliran-aliran seperti Naskhi, Tsuluts, Rayhani, Diwani, Diwani Jali, Farisi, Kufi dan Riq’ah. Kedua, lukisan kaligrafi adalah model kaligrafi yang digoreskan pada hasil karya lukis, atau coretan kaligrafi yang “dilukis-lukis” sedemikian rupa –biasanya dengan kombinasi warna beragam, bebas dan (umumnya) tanpa mau terikat dengan rumus-rumus baku yang sudah ditentukan. Model inilah yang digolongkan ke dalam aliran kaligrafi kontemporer. Kaligrafi kontemporer adalah istilah atau sebutan untuk sebuah karya yang “memberontak” atau “menyimpang” dari rumus-rumus dasar kaligrafi, yang merupakan bentuk manifestasi gagasan dalam wujud visual.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi M. Ekspresi Simbolik, Religius dan Estetika dalam Karya Lukis Kaligrafi.
Yogyakarta: FPBS-IKIP,  1994
Huda, Nurul dan Maryani, Syamsul.  Melukis Ayat Tuhan : pengantar praktis berkaligrafi Arab.
Yogyakarta: Gama Media, 2003.
Masruri, Hadi. Belajar Menulis Indah Kaligrafi Arab. Yogyakarta : Pilar Media, 2002.
Sirojuddin D. AR. Seni Kaligrafi Islam. cet. I, edisi II. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000

Sumber Internet:
Akhmad Bukhori, Sejarah Perkembangan Kaligrafi, http://akhmadbukhori.blogspot.com/2013/03/sejarah-perkembangan-kaligrafi.html, diakses Jumat 16 Januari 2015 jam 08.10 WIB

Akmaluddin Yazid, Sejarah Perkembangan Kaligrafi Arab, http://ilmiproduction.blogspot.com/2014/03/sejarah-dan-perkembangan-kaligrafi-arab.html, diakses Jumat 16 Januari 2015 jam 08.00 WIB

Annisa Nur Fitriani, Kaligrafi dan Macam-macamnya. http://iecha1494.blogspot.com/2013/02/kaligrafi-macam-macamnya_14.html, diakses Jumat 16 Januari 2015 jam 08.10 WIB

Blog Anshor, Sejarah Perkembangan Kaligrafi Islam, http://anshar-mtk.blogspot.com/2013/02/sejarah-perkembangan-kaligrafi-islami.html, diakses 16 Januari 2015 jam 08.10 WIB

Education dan Dakwah, Sejarah Perkembangan Kaligrafi Arab, http://ilmiproduction.blogspot.com/2014/03/sejarah-dan-perkembangan-kaligrafi-arab.html, diakses Jumat 16 Januari 2014 jam 08.10 WIB




[1] Education dan Dakwah, Sejarah Perkembangan Kaligrafi Arab, http://ilmiproduction.blogspot.com/2014/03/sejarah-dan-perkembangan-kaligrafi-arab.html, diakses Jumat 16 Januari 2014 jam 08.10
[2]Akhmad Bukhori, Sejarah Perkembangan Kaligrafi, http://akhmadbukhori.blogspot.com/2013/03/sejarah-perkembangan-kaligrafi.html, diakses Jumat 16 Januari 2014 jam 08.10
[3]Education dan Dakwah, Sejarah Perkembangan Kaligrafi Arab, http://ilmiproduction.blogspot.com/2014/03/sejarah-dan-perkembangan-kaligrafi-arab.html, diakses Jumat 16 Januari 2014 jam 08.10
[4]Annisa Nur Fitriani, Kaligrafi dan Macam-macamnya. http://iecha1494.blogspot.com/2013/02/kaligrafi-macam-macamnya_14.html, diakses Jumat 16 Januari 2014 jam 08.10
[5]Nurul Huda dan Syamsul Maryani, Melukis Ayat Tuhan : pengantar praktis berkaligrafi Arab, (Yogyakarta: Gama Media, 2003)  hlm. 7
[6]Hadi Masruri, Belajar Menulis Indah Kaligrafi Arab, (Yogyakarta : Pilar Media, 2002), hlm. 2
[7]Nurul Huda dan Syamsul Maryani, Melukis.... hal. 7
[8]Nurul Huda dan Syamsul Maryani, Melukis.... hal. 8
[9]Nurul Huda dan Syamsul Maryani, Melukis.... hal. 9
[10]Nurul Huda dan Syamsul Maryani, Melukis.... hal. 10
[11]Nurul Huda dan Syamsul Maryani, Melukis.... hal. 11
[12]Nurul Huda dan Syamsul Maryani, Melukis.... hal. 11
[13]Akmaluddin Yazid, Sejarah Perkembangan Kaligrafi Arab, http://ilmiproduction.blogspot.com/2014/03/sejarah-dan-perkembangan-kaligrafi-arab.html, diakses Jumat 16 Januari 2015 jam 08.00
[14]Akmaluddin Yazid, Sejarah Perkembangan Kaligrafi Arab, http://ilmiproduction.blogspot.com/2014/03/sejarah-dan-perkembangan-kaligrafi-arab.html, diakses Jumat 16 Januari 2015 jam 08.00

1 komentar:

MBAH BUYUT mengatakan...

Kami adalah pengrajin sekaligus penjual berbagai macam

kaligrafi kufi yang sangat berkualitas dan dengan design yang

beda dari yang lainnya namun dengan harga yang sangat

terjangkau.
Produk kami sangat cocok sekali di buat pajangan dinding rumah

kantor dan lain - lain.

Kunjungi website kami di Jual Kaligrafi

Posting Komentar