Kaligrafi
merupakan seni arsitektur rohani, yang dalam proses penciptaannya melalui alat
jasmani. Kaligrafi atau khath, dilukiskan sebagai kecantikan rasa,
penasehat pikiran, senjata pengetahuan, penyimpan rahasia dan berbagai masalah
kehidupan. Oleh sebagian ulama disebutkan “khat itu ibarat ruh di dalam
tubuh manusia”. Akan tetapi yang lebih mengagumkan adalah, bahwa membaca dan
“menulis” merupakan perintah Allah SWT yang pertama diwahyukan kepada Nabi
Besar Muhammad SAW, yang tertuang dalam al-Qur’an surat al-‘Alaq ayat 1-5,
yaitu:
الَّذِي
عَلَّمَ بِالْقَلَمِاقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمخَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ
عَلَقٍاقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
عَلَّمَ
الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَم
“Bacalah
dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Tuhan mulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajari
(mausia) dengan parantaraan kalam. Dia mengajari manusia apa yang belum
diketahuinya”.
Dapat
dipastikan, kalam atau pena mempunyai kaitan yang erat dengan seni kaligrafi.
Dapat juga dikatakan bahwa kalam sebagai penunjang ilmu pengetahuan. Wahyu
tersebut merupakan “sarana” al-Khaliq dalam rangka memberi petunjuk kepada
manusia untuk membaca dan menulis. Tentang asal-usul kaligrafi itu sendiri,
banyak pendapat yang mengemukakan tentang siapa yang mula-mula menciptakan
kaligrafi. Untuk mengungkap hal tersebut cerita-cerita keagamaanlah yang paling
tepat dijadikan pegangan. Para pakar Arab mencatat, bahwa Nabi Adam A.S yang pertama
kali mengenal kaligrafi. Pengetahuan tersebut datang dari Allah SWT, sebagaiman
firman-Nya dalam surat al-Baqarah ayat 31:
وَعَلَّمَ
آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ
أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَٰؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Dan Dia
mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang
benar!"
Di
samping itu masih ada lagi cerita-cerita keagamaan lainnya, misalnya saja,
banyak yang percaya bahwa bahasa atau sistem tulisan berasal dari dewa-dewa.
Nama Sanskerta adalah Devanagari, yang berarti “bersangkutan dengan kota para
dewa”. Perkembangan selanjutnya mengalami perubahan akibat pergeseran zaman dan
perubahan watak manusia.
Akhirnya muncul tafsiran-tafsiran baru tentang asal-usul tulisan indah atau kaligrafi yang lahir dari ide “menggambar” atau “lukisan” yang dipahat atau dicoretkan pada benda-benda tertentu seperti daun, kulit, kayu, tanah, dan batu. Hanya gambar-gambar yang mengandung lambang-lambang dan perwujudan dari keadaan-keadaan tertentu yang diasosiasikan dengan bunyi ucap sajalah yang dapat diusut sebagai awal pembentukan kaligrafi. Dari situlah tercipta sistem atau aturan tertentu untuk membacanya. Demikian juga sistem tulisan primitif Mesir Kuno atau sistem yang dikembangkan oleh kelompok-kelompok masyarakat primitif.
Akhirnya muncul tafsiran-tafsiran baru tentang asal-usul tulisan indah atau kaligrafi yang lahir dari ide “menggambar” atau “lukisan” yang dipahat atau dicoretkan pada benda-benda tertentu seperti daun, kulit, kayu, tanah, dan batu. Hanya gambar-gambar yang mengandung lambang-lambang dan perwujudan dari keadaan-keadaan tertentu yang diasosiasikan dengan bunyi ucap sajalah yang dapat diusut sebagai awal pembentukan kaligrafi. Dari situlah tercipta sistem atau aturan tertentu untuk membacanya. Demikian juga sistem tulisan primitif Mesir Kuno atau sistem yang dikembangkan oleh kelompok-kelompok masyarakat primitif.
B.
SEJARAH
KALIGRAFI AL-QURAN
1.
Pengertian
Kaligrafi
Secara bahasa perkataan
kaligrafi merupakan penyederhanaan dari “calligraphy” (kosa kata bahasa
Inggris). Kata ini diadopsi dari bahasa Yunani, yang diambil dari kata kallos
berarti beauty (indah) dan graphein: to write (menulis) berarti
tulisan atau aksara, yang berarti: tulisan yang indah atau seni tulisan indah.
Dalam bahasa Arab kaligrafi disebut khat yang berarti garis.
Secara istilah dapat
diungkapkan, “calligraphy is handwriting as an art, to some calligraphy will
mean formal penmanship, distinguish from writing only by its exellents quality”
(kaligrafi adalah tulisan tangan sebagai karya seni, dalam beberapa hal yang
dimaksud kaligrafi adalah tulisan formal yang indah, perbedaannya dengan
tulisan biasa adalah kualitas keindahannya).[1]
Arti
seutuhnya kata kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk
huruf tunggal, letak-letaknya dan cara-cara penerapannya menjadi sebuah tulisan
yang tersusun. Atau apa-apa yang ditulis di atas garis-garis sebagaimana
menulisnya dan membentuknya mana yang tidak perlu ditulis, mengubah ejaan yang
perlu diubah dan menentukan cara bagaimana untuk mengubahnya. Sedangkan
pengertian kaligrafi menurut Situmorang yaitu suatu corak atau bentuk seni
menulis indah dan merupakan suatu bentuk keterampilan tangan serta dipadukan
dengan rasa seni yang terkandung dalam hati setiap penciptanya.[2]
2.
Kaligrafi
Menurut Para Ahli
a.
Hakim al-Rum mengatakan
: Kaligrafi adalah geometri spiritual dan diekspresikan dengan perangkat fisik.
b.
Hakim al-Arab
menuturkan kaligrafi adalah pokok dalam jiwa dan diekspresikan dengan indra
indrawi.
c.
Yaqut al-Musta’shimi
bahwa kaligrafi adalah geometri rohaniah yang dilahirkan dengan alat-alat
jasmaniah.
d.
Ubaidillah ibn Abbas
mengistilahkan kaligrafi dengan lisan al-yadd atau lidahnya tangan.
e.
Syaikh Syamsuddin
al-Akfani sebagai berikut: kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan
bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya, dan tata cara merangkainya menjadi
sebuah tulisan yang tersusun atau apa yang ditulis diatas garis-garis,
bagaimana cara menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis,
menggubah ejaan yang perlu digubah dan menentukan cara bagaimana untuk
menggubahnya.
f.
Manja Mohd Ludin dan
Ahmad Suhaimi J. Mohd Nor mengungkapkan pengertian kaligrafi itu suatu coretan
atau tulisan yang membawa maksud tulisan yang indah, dalam arti kata tulisan
tersebut mempunyai kehalusan dan kesenian.
g.
Syeikh Syam al-Din
al-Afghani menyatakan:Kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan
bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya dan tata cara merangkainya menjadi sebuah
tulisan yang tersusun di atas garis dan bagaimana cara menulisnya dan
menentukan mana yang tidak perlu ditulis, mengubah ejaan yang perlu digubah dan
menentukan cara bagaimana menggubahnya.
h.
Muhammad Thahir ibn
‘Abd al-Qadir al-Kurdi dalam karyanya Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi,
pernah mengumpulkan sekitar tujuh macam pengertian kaligrafi atau khath, dan
kemudian menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kaligrafi adalah suatu
kepandaian untuk mengatur gerakan ujung jari dengan memanfaatkan pena dalam
tata cara tertentu. Adapun yang dimaksud dengan pena di sini adalah pusat
gerakan-gerakan ujung jari, sementara tata cara tertentu menunjukkan pada semua
jenis kaidah penulisan.
Menurut Perkataan Sahabat Rosulullah SAW yaitu Ali Bin
Abi Thalib Karromallohu Wajhah berkata :
- Sepantasnya kalian menulis dngan baik, karena tulisan yang baik adalah
pintu rizki
- Khat atau tulisan indah, itu selalu akan terkenang walaupun setelah
ditinggalkan oleh penulisnya bahkan sampai meninggal dunia.
- Khat atau tulisan indah itu adalah perhiasn yang tidak ternilai harganya
- Tulisan indah itu selalu tersembunyi dalam pengajaran sang guru, tegak dan
terus menerus pengajarannya dalam menulis.
- Khat atau tulisan indah itu merupakan kepandaian hati yang ditampakkan oleh
alat-alat jasmaniah, jika kalian memperbaiki penamu berarti engkau memperbaiki
tulisannmu. Dan jika kalian mengabaikan penamu berarti kalian mengabaikan
tulisanmu.
- Khat atau tulisan indah merupakan ucapan atau bahasa tangan dan
kebanggaan yang tidak nampak dan dapat menajamkan akal pikiran, dan menjadi
inspirasi pikiran dan juga senjata ilmu pengetahuan sebagai sarana untuk
memindahkan informasi, dan sebagai pemelihara peninggalan-peninggalan sejarah
- Memang sesungguhnya gambarannya tulisan indah itu tidak nampak akan tetapi
artinya sangat jelas, barangkali tulisan itu tidak tampak oleh pandangan atau
mata akan tetapi dia memenuhi khazanah keilmuan.
Kaligrafi melahirkan suatu ilmu tersendiri tentang
tata cara menulis, meneliti tentang tanda-tanda bahasa yang bisa dikomunikasikan,
yang dibuat secara propesional dan harmonis yang dapat dilihat secara kasat
mata dan diakui sebagaimana susunan yang dihasilkan lewat kerja kesenian. Di
samping itu ada juga yang mengungkapkan bahwa kaligrafi itu sebagai suatu
kepandaian untuk mengatur gerakan ujung jari dengan memanfaatkan pena atau
kalam dengan metode atau tata cara tertentu.
Meskipun bermacam-macam pengertian yang dikemukakan
oleh para ahli, namun pada dasarnya tujuan ungkapan tersebut mengarah kepada
arti tulisan yang indah. Dapat juga dikatakan suatu tulisan yang dirangkai
dengan nilai estetika yang bersumber pada pikiran atau ide dan diwujudkan
melalui benda materi (alat tulis) yang diikat oleh aturan dan tata cara
tertentu. Jadi seni kaligrafi itu sebuah kepandaian menulis tulisan indah
dengan mengikuti metode-metode tertentu untuk mempelajarinya.
Pemakaian istilah kaligrafi ini sering juga disebut
orang kepada dua istilah. Ada yang menyebut dengan kaligrafi Arab dan ada juga
yang menyebutnya dengan kaligrafi Islam. Mengenai istilah kaligrafi Arabistilah
tersebut sama benarnya, sebab apabila ditinjau dari sejarah, seni kaligrafi itu
memang lahir dari ide “menggambar” atau lukisan yang dipahat atau dicoretkan
dalam benda-benda tertentu, seperti daun-daun, kulit kayu, tanah dan batu. Akar
dari tulisan Arab itu dari Mesir (Kan’an Semit atau Turnesia), dari tulisan
Hierogrhaph.
Lalu tulisan tersebut terpecah menjadi khath Feniqi
(Funisia), dengan cabang-cabang (Arami): Nabati di Hirah atau
Hurun dan Sataranjih-Suryani di Irak dan Musnad: Safawi, Samudi,
Lihyani, (Utara Jazirah Arabia) dan Humeri; selatannya. Sedangkan
Kamil al-Baba mengatakan bahwa pendapat yang paling dipercaya kaligrafi Arab
itu diadopsi dari tulisan suku Nabati, ras Arab yang menempatkan wilayah Utara
jazirah Arabia, di negeri Yordan dengan ibu kota Puetra.
Hal ini berdasarkan bukti-bukti nyata arkeologi (Dinas
Purbakala) yang pernah mengadakan penelitian tentang pertumbuhan tulisan. Dalam
perkembangan tulisan ini, tulisan musnad yang disebar luaskan oleh suku Maniyah
(Minneni) di Yaman yang berpindah ke Arabia Utara. Kemudian dari Musnad ini
lalu pindah ke Nabati sampai kedatangan Islam. Untung orang Nabatea
meninggalkan sejumlah inskripsi yang tersebar di daerah yang mewakili tahap
peralihan yang maju menuju perkembangan huruf Arab.[3]
C.
ALIRAN-ALIRAN
DALAM KALIGRAFI AL-QURAN
Ketika mushaf-mushaf Usman sampai di wilayah-wilayah Syam, Mesir, Irak, dan
Yaman, para khattat (kaligrafer) menjadi lebih giat berkreasi. Mereka
tidak saja menulis dengan indah, tetapi juga berhasil menciptakan aneka gaya
kaligrafi yang bermacam – macam namanya. Diantaranya :
1.
Yang
dinisbahkan kepada tempat, seperti : Madani, Hejazi, Kufi, Andalusia,
Farisi, dan Magribi.
2.
Yang
dinisbahkan kepada individu, seperti : Raihani, Riyasi, Yaquti, dan
Gazlani.
3.
Yang
dinisbahkan kepada pekerjaan atau provesi, seperti : Ijazah, Diwani, dan
Tizkari.
4.
Yang
dinisbahkan kepada kertas dan format, seperti : Dibaz, Bata’iq, dan
Riqa’.
5.
Yang
dinisbahkan kepada keindahan (tajwid) khat, seperti : Basit, Waraqi,
Tajawid, dan Muhaqqoq.
6.
Yang
dinisbahkan kepada bentuk geometri, seperti : Ma’il, Musalsil, Masyaq,
dan Mudfir.
7.
Yang
dinisbahkan kepada bentuk artistik, seperti : Mamzuj, Mudmaj, Mansur,
dan Jazm.
8.
Yang
dinisbahkan kepada gaya penulisan, seperti : Muhaffaf, Mufattah, Gubar,
dan Hur.
9.
Yang
dinisbahkan kepada iluminasi artistik, seperti : Muwarraq, Mukhammal,
Murassa, dan Lu’lu’i.
10.
Yang
dinisbahkan kepada kalam atau pena, seperti : Sulusain, Nisf, dan
Sulust.[4]
Dari awal Islam sampai sekarang terdapat
lebih dari empat ratus lebih gaya, jenis, atau aliran kaligrafi Arab. Semuanya
memiliki ciri dan karakter sendiri-sendiri, tetapi yang mampu bertahan dengan
penyempurnaannya hanya sekitar belasan aliran.
Menurut ketentuan yang sudah
baku dalam seni tulisan Arab murni (khath Arab), dapat dikenal
beberapa jenis khat, yakni Naskhi, Tsuluts, Riq’ah, Ijazah, Diwani, Diwani
Jali, Farisi dan Kufi.[5]
Untuk lebih jelasnya akan kami jelaskan sebagai berikut:
1.
Naskhi
Khat Naskhi adalah jenis khat yang paling umum dipakai dalam penulisan
bahasa Arab, karena di samping bentuk hurufnya yang sederhana dan mudah dibaca
oleh orang non-Arab sekalipun, juga merupakan dasar bagi semua jenis khat pada
umumnya.[6]
Dinamakan Naskhi karena sering dipakai pada penyalinan mushaf dan penulisan
naskah-naskah kitab berbahasa Arab, majalah, atau koran. Keindahan
aliran ini disebabkan karena adanya iringan harakat atau syakal walaupun
pembentukannya sederhana.
Tulisan
Naskhi atau Nasakh merupakan suatu jenis tulisan bentuk curcif, yakni
tulisan bergerak berputar (rounded) yang sifatnya mudah untuk dibaca.
Umumnya tulisan curcif ini lebih berperanan sebagai tulisan mushaf
Al-Quran bila dibandingkan dengan Khat Koufi.
Ibn Muqlah
merumuskan empat ketentuan tentang tata cara dan tata letak yang sempurna
tulisan Naskhi, yakni Tashrif (jarak huruf yang rapat dan teratur), Ta’lif
(susunan huruf yang terpisah dan bersambung dalam bentuk yang wajar), Tasthir
(keselarasan dan kesempurnaan hubungan satu kata dengan kata lainnya dalam satu
garis lurus), Tanshil (memancarkan keindahan dalam setiap sapuan garis
pada setiap huruf)
Contohnya
sebagai berikut:
2.
Tsuluts
Tsuluts yang berarti sepertiga, yaitu
sepertiga kertas yang sering dipakai di kedutaan Mesir. Gaya Tsuluts tampak
lebih tegas daripada Naskhi walaupun huruf-hurufnya agak mirip dengan gaya
Naskhi dalam pembentukannya yang berumpun satu jenis. Bentuk dan lekukan
huruf-hurufnya jelas dan gagah. Keindahannya terletak pada penataan hurufnya
yang serasi dan sejajar dengan disertai harakat dan hiasan-hiasan huruf
sehingga tidak mustahil kalu jenis ini memperoleh nilai tertinggi daripada
jenis-jenis yang lainnya. Keluwesannya tidak terikat dengan garis yang
digunakan pada judul-judul naskah, papan nama, dekorasi, lukisan, desain dan
lain-lain[7].
Contohnya:
3.
Riq’ah
Dinamakan Riq’ah karena sesuai dengan gaya
penulisannya yang kecil-kecil serta terdapat sudut siku-siku yang unik dan
indah. Khat Riq’ah merupakan salah satu khat yang kurang cocok jika diberi
syakal dan hiasan sebab lebih digunakan pada penulisan steno atau cepat,
misalnya untuk catatan sekolah atau wartawan. Khat ini kurang luwes dipakai
dalam lukisan karena lebih banyak terikat dengan kaidah penulisannya yang di
atas garis meskipun ada beberapa huruf yang sebagian di bawah garis.[8]
Contohnya:
4.
Ijazah
Sesuai dengan namanya, khat ini lebih banyak
dipakai untuk ijazah-ijazah. Menilik jenisnya, gaya ini merupakan gabungan dari
Naskhi dan Tsuluts. Bentuknya kecil seperti Naskhi, tetapi huruf-hurufnya luwes
seperti Tsuluts, baik dalam syakal maupun hiasan-hiasannya.[9]
Contohnya:
5.
Diwani
Jenis khat ini sering dipakai untuk tulisan
kantor-kantor, lencana, surat-surat resmi, dan lain-lain. Namanya yang terambil
dari kata diwan yang berarti kantor sesuai dengan huruf-hurufnya yang
berbentuk lembut, gemulai penuh gaya melingkar, serta tersusun di atas garis
seperti khat Riq’ah. Perlu diperhatikan bahwa gaya Diwani tidak memakai syakal
ataupun hiasan dalam penyusunannya. Karena bila memakai, justru kurang menyatu
dengan gaya penulisanya.[10]
Contoh khat Diwani:
6.
Diwani Jali
Khat ini lebih jelas daripada Diwani biasa.
Perbedaanya, yaitu pemberian syakal, hiasan, dan bertitik-titik rata pada
lekukan-lekukan hurufnya, lebih memperindah penyusunan khat ini. Namun gaya ini
jarang digunakan kecuali dalam dekorasi.
Contohnya:
7.
Kufi
Kata Kufi diambil atau dinisbahkan pada
asalnya, yaitu Kufah. Dengan pembentukan yang geometris atau balok bergaris lurus, Kufi lebih mudah disusun sesuai keinginan
dengan menyatukan pembentukan yang sejajar, kemudian diolah untuk motif
dekorasi sehingga keindahan Kufi akan terlihat, apalagi jika dibubuhi
ornamen-ornamen. Khat ini cocok dipakai untuk judul buku, dekorasi, atau
lukisan.[11] Khat ini memiliki ratusan jenis dan aliran sesuai dengan daerah
yang mengembangkannya.
Contohnya:
8.
Farisi
Khat ini sama dengan jenis Ta’liq yang berarti
menggantung. Farisi sendiri terkait dengan nama daerah asalnya, yaitu Persia
(Iran). Gaya Farisi memiliki kecenderungan kemiringan huruf ke kanan dan
ditulis tanpa harakat ataupun hiasan. Khat ini sampai sekarang masih tetap
dipakai oleh orang-orang Iran, Pakistan, baik formal maupun nonformal. Khat ini
juga cocok dalam berbagai bidang.[12]
Contohnya:
Selain itu
masih banyak jenis dan aliran khat yang berkembang hingga saat ini, seperti
Tsulutsi Jali, contoh:
D.
PERKEMABANGAN
KALIGRAFI AL-QURAN
1.
Perkembangan
Kaligrafi Al-Quran
Proses menuju
kesempurnaan perkembangan kaligrafi Arab sebelum Islam menuju kesempurnaan pada
abad ke-3 M, diperkirakan seabad sebelum kedatangan Islam orang Hijaz sudah ada
yang mengenal tulisan. Hal ini terjadi karena ada hubungan dagang mereka dengan
Arabia Utara dengan Arabia Selatan yang sudah mengenal huruf seperti suku
Hunain di Yaman.
Mereka ini melakukan
perjalanan sambil belajar tulis baca di Syria begitu juga yang lainnya di Ambar
Irak. Menurut catatan sejarah di Hijaz hanya ada beberapa orang yang pandai
tulis baca yang terdiri dari orang Quraish dan orang Madinah khususnya orang
Yahudi.Kemudian pada abad ke-7M, terjadi sedikit perkembangan penulisan di
kalangan masyarakat Jazirah Arabia.
Tulisan sederhana
(belum sempurna) telah ada, seperti yang dibuktikan oleh temuan arkeologis
(prasasti pada batu, pilar dan seterusnya) di Jazirah Arab. Selain itu
sisa-sisa paleorafis (tulisan pada material seperti papyrus dan kertas kulit)
dapat juga sebagai tanda untuk membuktikan bahwa orang Arab pada zaman itu
sudah mempunyai pengetahuan menulis.
Keterlambatan
perkembangan ini karena bangsa Arab ini dikenal sebagai masyarakat yang suka
berpindah-pindah (nomaden). Mereka tidak terbiasa menulis peristiwa. Jadi
sangatlah sulit untuk mencari data tertulis atau prasasti yang membuktikan peta
perjalanan sejarah sebuah kemajuan di Jazirah Arab.
Mereka dikenal sebagai
bangsa yang kuat daya hafalnya. Jadi tidak diperlukan tulisan untuk
menyampaikannya, karena menurut pandangan mereka orang yang menulis itu adalah
orang yang mempunyai hafalan yang kurang kuat.Yang menjadi kebanggaan bagi
bangsa Arab pada waktu itu adalah syair. Syair merupakan penalaran paling
berharga dalam mengungkapkan makna-makna perasaan hati dan gejolak pikiran. Hal
ini karena kehidupan mereka terbiasa di alam bebas, padang pasir yang
membentang luas dan terbebas dari pengaruh budaya asing, yang menjadikan mereka
leluasa dan terlatih untuk menghayalkan apa saja yang mereka alami dalam
kehidupan.
Kemudian syair-syair
tersebut mereka hafal agar mudah disampaikan kapan saja
dikehendakinya.Kebanggaan mereka terhadap syair memang luar biasa. Mereka akan
merasa lebih bangga apabila salah seorang dari anggota keluarga atau kabilahnya
adalah seorang penyair dibanding mempunyai seorang panglima perang.
Apabila syair
atau pantun itu mendapat nilai paling bagus, maka syair tersebut langsung
ditempelkan di dinding ka’bah, sebagai tanda suatu penghormatan yang luar
biasa. Menurut literatur Arab, hanya pernah ada tujuh jenis syair pujaan yang
disebut al-Mu’allaqat (gantungan) sebagai hasil karya seni sastra maha
indah dan paling sempurna yang mempunyai nama terhormat, karena ditulis dengan
tinta emas.
Dengan ini dapat
disimpulkan bahwa kegiatan tulis menulis itu sudah ada, tetapi masih sangat
langka, kecuali saat-saat dibutuhkan.Itulah sebabnya pada bangsa Arab sebelum
Islam datang seni kaligrafi itu berkembang, perjalanannya agak tersendat, lebih
dari seribu tahun tidak melahirkan keanekaan, karena mereka tidak membudayakan
menulis. Apabila ada syair yang pantas untuk dibanggakan maka barulah orang
Arab tersebut menulisnya dan menggantungkannya pada dinding Ka’bah. Memang pada
saat itu juga tidak disebutkan mereka menggunakan jenis khath apa dalam menulis
tersebut.
Tetapi dapatlah
dipastikan bahwa kaligrafi Islam tersebut berasal dari tulisan Arab karena
tulisannya menggunakan tulisan Arab. Dan tulisan-tulisan yang berkembang di
daerah Arab sebelum Islam datang dapatlah dikategorikan sebagai kaligrafi
Arab.Setelah Islam datang tulisan Arab ini mulai berkembang, karena mereka juga
dianjurkan menulis dan membaca.
Mereka sudah mulai
menulis tentang ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits.Apalagi yang mereka tulis itu
adalah wahyu Allah. Setiap ayat yang telah diturunkan Allah dan mereka terima
dari Rasulullah lalu mereka tulis agar lebih mudah mengingatnya. Mereka yang menulis
ini biasanya ditunjuk oleh Zaid bin Tsabit. Bukan itu saja yang menunjang
mereka untuk menulis, ternyata ayat yang pertama kali diturunkan itu adalah
ayat mengenai perintah untuk membaca dan menulis, sebagaimana yang tertulis
dalam surat al-Alaq ayat 1-5
a.
Bacalah dengan nama
Tuhanmu yang menciptakan
b.
Menciptakan manusia
dari segumpal darah
c.
Bacalah! Dan Tuhanmu
Maha Pemurah
d.
Yang mengajarkan
manusia menulis dengan kalam
e.
Mengajarkan manusia apa
yang tidak diketahuinya
Dari ayat tersebut sangat jelas bahwa membaca dan
menulis itu memang dianjurkan. Semenjak turunnya al-Quran merupakan
perkembangan awal kaligrafi ini dimulai. Keperluan untuk merekam al-Quran
memaksa mereka untuk memperbaharui tulisan mereka dan memperindahnya sehingga
ia pantas menjadi wahyu Allah. Kemudian ayat tersebut disebarkan oleh
Rasulullah secara lisan dan kemudian dihafal oleh para hafiz untuk dapat dibaca
dalam hati.
Tetapi setelah Nabi wafat tahun 633 M, sejumlah hafiz
tersebut banyak yang gugur dalam peperangan.Umar bin Khattab memperingatkan hal
tersebut kepada Abu Bakar sebagai khalifah pada masa itu. Pada waktu itu Abu
Bakar masih ragu, sebab hal ini belum pernah dilakukan pada masa Rasul. Setelah
didesak oleh Umar karena banyak pula terdapat perbedaan dialek bacaan tentang
ayat al-Quran ini, lalu Abu Bakar membentuk sebuah panitia dalam penulisan ini
yang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit yang merupakan juru tulis Nabi sebelum Nabi
wafat.
Zaid bin Tsabit menyusun dan mengumpulkan wahyu ke
dalam bentuk mushaf. Penyusunan ini baru terlaksana setelah masa kekhalifahan
Usman bin Affan pada tahun 651 M. Penyusunan yang disucikan ini kemudian
disalin ke dalam empat atau lima dalam bentuk edisi yang serupa, kemudian
dikirim ke wilayah-wilayah Islam yang penting untuk digunakan sebagai naskah
yang penting sebagai kitab buku.
Dari sanalah dimulai semua salinan al-Quran dibuat,
mula-mula dalam tulisan Mekah dan Madinah, yang merupakan ragam setempat tulisan
Jazm, kemudian dalam tulisan Kufah dan selanjutnya dalam sebagian besar ragam
tulisan Arab yang berkembang di negeri-negeri muslim.
Selain dari adanya kaitan dengan al-Quran,
perkembangan seni kaligrafi ini berkembang dengan pesat juga disebabkan oleh
beberapa faktor lainnya, sehingga dapat merata di seluruh dunia Islam,
diantaranya:
a.
Karena pengaruh
ekspansi kekuasaan Islam, setelah Nabi Muhammad SAW wafat, Islam telah meluas
sampai keluar jazirah Arab. Dengan penyebaran tersebut terjadilah urbanisasi
besar-besaran ke wilayah baru dan pertemuan budaya antara Islam dan wilayah
taklukan serta adanya proses Arabisasi pada wilayah tersebut.
b.
Adanya penamaan nama-nama
raja dan kaum elit sosial. Dalam catatan sejarah bahwa gaya tulisan Tumar
(lembaran halus daun pohon Tumar), diciptakan atas perintah langsung dari
khalifah Muawiyah (40H/661M-60H/680M). Tulisan ini kemudian menjadi tulisan
resmi pada pemerintahan Daulah Umayyah.
Ketika pemerintahan Muawiyah, kaligrafi ini mulai
berkembang, orang terpicu untuk mempelajari tulisan Arab karena adanya sistem
Arabisasi yang diterapkan oleh pemerintahan Bani Umayyah. Bahasa Arab itu
diberlakukan bukan saja khusus untuk bangsa Arab, tetapi pada setiap orang
Islam meskipun dia bukan orang Arab. Dengan adanya sistem arabisasi menjadikan
bentuk tulisan Arab semakin berkembang, sehingga muncul bermacam-macam model
tulisan Arab yang baru.
Pada masa pemerintahan Abbasiyah penulisan kaligrafi
ini sudah mulai membudaya. Apalagi pada masa pemerintahan al-Makmun yang sangat
menyukai kaligrafi. Pada masa ini juga sudah dimulai penterjemahan buku-buku
asing ke dalam bahasa Arab. Akhirnya penulisan Arab semakin berkembang,
sehingga pada masa ini lahirlah berbagai tokoh kaligrafi yang dikenal.
Ahli kaligrafi yang terbesar pada zaman Mamluk adalah
Muhammad Ibnu al-Walid, yang meninggalkan salinan al-Quran yang unik dalam
tulisan sulus yang telah disalin ulang pada tahun 1304 M. Untuk seorang pejabat
tinggi Baybar, yang kemudian menjadi Sultan Baybar (1308-09). Hal tersebut membuktikan
bahwa kemampuan dalam seni kaligrafi dapat menambah prestasi seseorang untuk
mendapatkan jabatan.
Ilham Khoiri mengatakan bahwa ada semacam motivasi
normatif al-Qur’an yang mendorong kemajuan perkembangan seni kaligrafi ini. Hal
ini dapat dibagi kepada empat wujud yaitu adanya perintah untuk belajar menulis
al-Quran sebagai al-Kitab dan pengertiannya sebagai maqru, tambahan lagi
adanya perintah untuk menuntut ilmu serta larangan menyembah atau memuja patung
dan berhala. Selain itu ada hadits nabi yang menyatakan bahwa menulis ayat
al-Quran dengan indah itu akan mendapat pahala. Sebagaimana yang dinyatakan
oleh:
”Abu Ashim telah mengabarkan kepada kami dan kemudian dia mengabarkan
kepadaku, dari Abdul Malik bin Abdullah bin Abu Sofyan. Dari ibunya Amru bin
Abu Sofyan. Sesungguhnya dia mendengar dari Umar bin Khatab bahwasanya
Rasulullah bersabda: Kukuhkanlah ilmu itu dengan tulisan”
Faktor tersebut yang menjadi pemicu para kuttab
untuk menulis al-Quran dengan indah. Secara tidak langsung mereka yang menulis
ayat al-Quran dengan indah berarti mereka turut serta mengagungkan al-Quran dan
memeliharanya dengan baik. Apabila al-Quran ditulis dengan baik dan indah
menjadikan orang senang untuk membacanya.
Akhirnya dengan demikian keindahan tulisan tersebut
menjadikan suatu motivasi untuk selalu membaca al-Quran, bagi orang yang selalu
membaca al-Quran akan mendapat pahala di sisi Allah.Sumbangan terbesar dari
kaligrafi Islam ini adalah Syaikh Hamdullah al-Masi (W. 1502), yang dipandang
sebagai kaligrafer terbesar sepanjang dinasti Utsmaniyah. Dia mengajarkan
kaligrafi kepada sultan Usmaniyah Bayazid II (1481-1520).
Sultan tersebut sangat menghormatinya dan membayarnya
mahal untuk setiap tinta yang mengalir, sementara syaikh menulis kalimat-kalimatnya.
Begitu besarnya perhatian pemerintah terhadap kaligrafi, sehingga setiap
kaligrafer itu senantiasa diberi imbalan yang besar atas setiap karyanya.
Kaligrafernya tidak saja terdapat dari kalangan
laki-laki saja, wanita pun sudah ada yang menggeluti dalam bidang seni
kaligrafi ini. Padsyah-Khatun salah seorang kaligrafer wanita yang berasal dari
Iran berkiprah di Jerman selama empat tahun sebelum kewafatannya tahun 1296.
Dia seorang kaligrafer yang mahir menulis kaligrafi yang dikembangkan oleh Yaqut,
dan telah melakukan penyalinan al-Quran. Seni kaligrafi yang berkembang setelah
Islam datang ini dapat dikatakan dengan kaligrafi Islam. Karena tulisan yang
sering disebut oleh bangsa Arab itu ayat al-Quran.
Model-model tulisan Arab yang digunakan pun makin
berkembang.Perkembangan kaligrafi Arab ini tumbuh bersamaan dengan tumbuhnya
peradaban Arab dan munculnya peradaban Islam. Azzahawy mengemukakan bahwa
perkembangan kaligrafi itu kepada dua bentuk:
a. Khat yang kaku, yaitu berasal dari bangsa Ibrani. Khat ini digunakan untuk
menulis catatan resmi dan surat kabar.
b. Khat yang mulai lentur atau elastis apabila dibandingkan dengan khat
sebelumnya, yaitu rangkaian huruf yang berkaitan satu sama lain, seperti khat
naskhi. Khat ini dipakai dalam kegiatan sehari-hari dalam bentuk berlobang,
bulat dan terbuka.
Kepandaian seni kaligrafi ini tidak banyak
dipraktekkan oleh orang-orang yang sezaman dengan Nabi, meskipun sebagian
sahabat dan keluarganya sudah ada yang pandai membaca dan menulis. Hal ini
karena pada waktu Nabi sendiri tidak pernah mempelajari kepandaian ini.
Sedangkan kecendrungan orang pada masa itu pada syair dan prosa dengan
menggunakan budaya hafalan. Jadi pada masa itu seni sastra sangat berkembang
dan semakin mendapat perhatian dan sering dijadikan kompetisi.
Kemudian setelah Nabi wafat, barulah mereka merasakan
kebutuhan untuk menulis. Karena pada masa ini sudah banyak di antara sahabat
nabi yang hafal al-Quran dalam peperangan. Lalu Umar bin Khattab mengusulkan
agar al-Quran itu dibukukan, karena kuatir al-Quran itu akan hilang secara
perlahan.
Setelah pada masa Usman barulah berhasil al-Quran itu
dibukukan. Menurut catatan sejarah jenis khath yang pertama kali digunakan
adalah khath khufi. Dalam bukunya Athlasul Khat wa al-Kutub, Habibullah
Fadzoili (1993) mengemukakan tentang gambaran perkembangan kaligrafi Arab
Perkembangan tersebut terbagi kepada tujuh periode, yaitu:
a. Periode pertumbuhan. Pada masa ini gaya Kufi muncul pertama kali dengan
tidak ada menggunakan tanda baca pada huruf tersebut. Kemudian pada abad ke-7
H, lahir pemikiran untuk menggunakan tanda baca oleh seorang ahli bahasa Abu
Aswad Ad-Duali yang kemudian dilanjutkan oleh muridnya sehingga mencapai tahapan
kesempurnaan. Pada abad ke-8 H, gaya Kufi ini mencapai keelokan sehingga bertahan
selama tiga ratus tahun. Bahkan pada abad ke-11, gaya Kufi ini telah memperoleh
banyak monumental.
b. Periode pertumbuhan dan perindahan yang dimulai sejak akhir kekhalifahan
Bani Umayyah sampai pertengahan kekuasaan Abbasiyah di Bagdad. Pada masa ini muncul
modifikasi dan pembentukan gaya-gaya lain. Selain gaya Kufi pada masa ini
merupakan tahapan pertumbuhan dan perindahan. Dan pada masa ini ditemukan enam
rumusan pokok (al-aqlam as-Sittah), yaitu Tsulus, Naskhi, Muhaqqaq,
Raihani, Riq’i dan Tauqi’. Selain itu pada periode ini terdapat pula sekitar
dua puluh empat gaya khat yang berkembang, bahkan pada akhirnya mencapai dua
puluh enam gaya khath.
c. Periode penyempurnaan dan perumusan kaidah penulisan huruf oleh Abu Ali
Muhammad bin Muqlaq, (W.329H/940) dan saudaranya, Abu Abdullah Hasan bin Muqlaq
dengan metode al-Khath al-Mansub (ukuran standar dan bentuk kaligrafi).
Pada masa ini Ibn Muqlaq sangat besar jasanya dalam membangun gaya Naskhi dan
Tsulus. Di samping itu ia juga memodifikasi sekitar empat belas gaya kaligrafi
serta menemukan dua belas kaidah untuk pegangan seluruh aliran.
d. Periode pengembangan dari rumusan Ibnu Muqlaq ini oleh Ibn al-Bawwab (W.1022
M), yang berhasil menemukan gaya yang lebih gemulai yaitual-Mansub al-Faiq
(pertautan yang indahyaitu suatu gaya kaligrafi dari gabungan khath Naskhi dan
Muhaqqaq). Dia juga menambahkan hiasan pada tiga belas gaya kaligrafi yang
menjadi eksperimennya.
e. Periode pengolahan khath dan pemikiran tentang metode hiasan baru dengan
penyesuaian pena bambu, yaitu pemotongan miring pada pena tersebut oleh sang kiblatul
kuttab, Jamaluddin Yaqut al-Musta’shimi (W. 698 H/1298 M). Di samping itu
dia juga mengolah gaya al-Aqlam as-Sittah yang masyhur pada periode
kedua dengan sentuhan kehalusan penuh estetika serta mengembalikan hukum-hukum
Ibnu Muqlaq dan Ibn al-Bawwab. Yakut ini berhasil mengembangkan gaya baru dalam
tulisan Tsulus. Pada masa ini para kaligrafer lain juga antusias menciptakan
gaya-gaya kaligrafi ini sehingga dalam periode ini mampu menghasilkan gaya kaligrafi
sampai ratusan gaya.
f. Periode perkembangan pada masa dinasti Mamluk di Mesir dan Dinasti Safawi
di Persia. Pada periode ini muncul tiga gaya baru yaitu ta’liq (farisi)
yang disempurnakan oleh kaligrafer Mir Ali (W.1916), dan gaya Sikhatseh
(berbentuk terpecah-pecah) oleh khattah Darwisi Abdul Majid. Pada masa ini juga
muncul kaligrafer kenamaan di Mesir yang bernama Thab-thab.
Ragam model gaya kaligrafi yang berkembang pada
periode perkembangan ini tidak berhenti sampai di situ saja, bahkan pada masa
berikutnya bermunculan para kaligrafer yang tidak kalah hebatnya dan mampu
menggores tulisan yang halus dan sarat dengan nilai seni dan keindahan.
Demikian juga di Baghdad ditemukan tiga kaligrafer besar yaitu Musthafa Raqim,
Syeikh Musa ‘Azmi (lebih dikenal dengan Hamid al-Amidi).
Bentuk model khath yang berkembang tersebut diciptakan
oleh tokoh-tokoh kaligrafer itu sendiri. Namun peletakan gaya kaligrafi ini
tidak seluruhnya dapat diketahui dengan jelas. Contohnya kaligrafi gaya Kufi
merupakan gaya kaligrafi yang tertua dan tidak diketahui dengan jelas siapa
peletak dan pencipta dari model khath ini.
Sedangkan khath Naskhi lahir jelas diketahui siapa
peletak pertama dari gaya khath ini adalah Ibn Muqlah, karena kelahiran khath
ini sudah tampak sebelum kelahiran Ibn Muqlah, dan dia juga yang mendewasakan
jenis model dari khath ini. Demikian juga halnya khath Diwany pencipta
pertamanya Ibnu Munif di Turki (860 H). Gaya Riq’ah diciptakan al-Mutasyar
Mumtaz Bek di Turki (1280 H).
Pada awal pertumbuhannya kaligrafi itu tumbuh beragam dan bersifat kursif (lentur dan
ornamental) dan sering pula dipadu dengan ornamen floral. Model kaligrafi
kursif yang tumbuh pada masa itu Tsulus, Naskhi, Muhaqqaq, Riqa’, Raihani dan
Tauqi’. Keenam gaya inilah yang dikenal dengan al-Aqlam as-Sittah, atau Sihs
Qalam (Persia), atau The Six Hands Styles (Inggris). Keenam gaya
kaligrafi ini mengalami seleksi alam. Di antara jenis gaya kaligrafi tersebut
mulai beransur-ansur hilang.
Gaya Riq’ah dan Tauqi’ sudah mulai beransur surut dari
peredaran, karena luruh dan gayanya berkarakter mirip Tsulus, sementara jenis
khath yang lain tetap eksis dan berkembang semakin sempurna. Perkembangan ini
mencapai titik kulminasi pada masa pemerintahan Daulah Utsmani (sekitar abad
ke-16) dan dinasti Safawi di Iran juga dalam periode yang sama.Pada periode
tersebut di Turki juga berkembang jenis gaya kaligrafi Syikatsah,
Syikatsah-Amiz, Diwani, Diwani Jali, Riq’ah dan Ijazah. Sementara Farisi
(ta’liq) berkembang di Iran.
Dari seluruh model tulisan kaligrafi ini, baik dari al-Aqlam
as-Sittah maupun yang munculnya belakangan namun yang masih sering dipakai
sampai sekarang yakni gaya Tsulus, Naskhi, Farisi, Diwani, Diwani Jali, Riq’ah,
Ijazah (Raihani) serta model Kufi. Perkembangan model-model ini dapat juga
dilihat dari perkembangan sejarah. Ilham Khoiri mengelompokkan kepada dua yaitu
perkembangan seni kaligrafi sebelum al-Quran turun dan setelah al-Quran
diturunkan.
Namun yang paling pesat perkembangn model kaligrafi
itu adalah setelah al-Quran diturunkan. Karena pada masa ini banyak terdapat
seniman, ahli kaligrafi dan peminat dan pencinta kaligrafi yang berasal dari
kabilah-kabilah. Hal ini dikarenakan terdapatnya keindahan pada seni kaligrafi
yang dapat mengokohkan peradaban yang dibutuhkan.
Perkembangan seni kaligrafi tersebut ada yang bersifat
hiasan dan ada juga yang bersifat kaidah. Kaligrafi yang pertama digunakan
sebagai hiasan tersebut adalah khath Kufi, seperti yang terdapat pada
arsitektur bangunan. Sedangkan yang bersifat kaidah itu seperti Tsulus, Riq’ah,
dan Naskhi.[13]
2.
Perkembangan
Kaligrafi Periode Lanjut
Selain di kawasan
negeri Islam bagian timur (al-Masyriq) yang membentang di sebelah timur
Libya termasuk Turki, dikenal juga kawasan bagian barat dari negeri Islam (al-Maghrib)
yang terdiri dari seluruh negeri Arab sebelah barat Mesir, termasuk Andalusia
(Spanyol Islam). Kawasan ini memunculkan bentuk kaligrafi yang berbeda.
Gaya kaligrafi yang
berkembang dominan adalah Kufi Maghribi yang berbeda dengan gaya di Baghdad
(Irak). Sistem penulisan yang ditemukan oleh Ibnu Muqlah juga tidak sepenuhnya
diterima, sehingga gaya tulisan cursif yang ada bersifat konservatif.
Sementara bagi kawasan
Masyriq, setelah kehancuran Daulah Abbasiyah oleh tentara Mongol dibawah Jengis
Khan dan puteranya Hulagu Khan, perkembangan kaligrafi dapat segera bangkit
kembali tidak kurang dari setengah abad. Oleh Ghazan cucu Hulagu Khan yang
telah memeluk agama Islam, tradisi kesenian pun dibangun kembali.
Penggantinya yaitu
Uljaytu juga meneruskan usaha Ghazan, ia memberikan dorongan kepada kaum
terpelajar dan seniman untuk berkarya. Seni kaligrafi dan hiasan al-Qur’an pun
mencapai puncaknya. Dinasti ini memiliki beberapa kaligrafer yang dibimbing
Yaqut seperti Ahmad al-Suhrawardi yang menyalin al-Quran dalam gaya Muhaqqaq
tahun 1304, Mubarak Shah al-Qutb, Sayyid Haydar, Mubarak Shah al-Suyufi dan
lain-lain.
Dinasti Il-Khan yang
bertahan sampai akhir abad ke-14 digantikan oleh Dinasti Timuriyah yang
didirikan Timur Leng. Meskipun dikenal sebagai pembinasa besar, namun setelah
ia masuk Islam kaum terpelajar dan seniman mendapat perhatian yang istimewa. Ia
mempunyai perhatian besar terhadap kaligrafi dan memerintahkan penyalinan
al-Qur’an.
Hal ini dilanjutkan
oleh puteranya Shah Rukh. Diantara ahli kaligrafi pada masa ini adalah Muhammad
al-Tughra’i yang menyalin al-Qur’an bertarih 1408 dalam gaya Muhaqqaq emas. Dan
putera Shah Rukh sendiri yang bernama Ibrahim Sulthan menjadi salah seorang
kaligrafer terkemuka.
Dinasti Timuriyah
mengalami kemunduran menjelang abad ke-15 dan segera digantikan oleh Dinasti
Safawiyah yang bertahan di Persia dan Irak sampai tahun 1736. pendirinya Shah
Ismail dan penggantinya Shah Tahmasp mendorong perumusan dan pengembangan gaya
kaligrafi baru yang disebut Ta’liq yang sekarang dikenal khat Farisi. Gaya baru
yang dikembangkan dari Ta’liq adalah Nasta’liq yang mendapat pengaruh dari
Naskhi. Tulisan Nasta’liq ahkirnya menggeser Naskhi dan menjadi tulisan yang
biasa digunakan untuk menyalin sastra Persia.
Di Kawasan India dan
Afganistan berkembang kaligrafi yang lebih bernuansa tradisional. Gaya Behari
muncul di India pada abad ke-14 yang bergaris horisontal tebal memanjang yang
kontras dengan garis vertikalnya yang ramping.
Sedangkan di kawasan
Cina memperlihatkan corak yang khas lagi, dipengaruhi tarikan kuas penulisan
huruf Cina yang lazim disebut gaya Shini. Gaya ini mendapat pengaruh
dari tulisan yang berkembang di India dan Afganistan. Tulisan Shini biasa
ditorehkan di keramik dan tembikar.
Dalam perkembangan
selanjutnya, wilayah Arab diperintah oeh Dinasti Utsmaniyah (Ottoman) di Turki.
Perkembangan kaligrafi sejak masa dinasti ini hingga perkembangan terakhirnya
selalu terkait dengan dinasti Utsmaniyah Turki. Perkembangan kaligrafi pada masa
Utsmaniyah ini memperlihatkan gairah yang luar biasa. Kecintaan kaligrafi tidak
hanya pada kalangan terpelajar dan seniman tetapi juga beberapa sultan bahkan
dikenal juga sebagai kaligrafer.
Mereka tidak
segan-segan untuk merekrut ahli-ahli dari negeri musuh seperti Persia, maka
gaya Farisi pun dikembangkan oleh dinasti ini. Adapun kaligrafer yang dipandang
sebagai kaligrafer besar pada masa dinasti ini adalah Syaikh Hamdullah al-Amasi
yang melahirkan beberapa murid, salah satunya adalah Hafidz Usman.
Perkembangan kaligrafi
Turki sejak awal pemerintahan Utsmaniyah melahirkan sejumlah gaya baru yang
luar biasa indahnya, berpatokan dengan gaya kaligrafi yang dikembangkan di
Baghdad jauh sebelumnya. Yang paling penting adalah Syikastah,
Syikastah-amiz, Diwani, dan Diwani Jali. Syikastah (bentuk patah)
adalah gaya yang dikembangkan dari Ta’liq an Nasta’liq awal.
Gaya ini biasanya
dipakai untuk keperluan-keperluan praktis. Gaya Diwani pun pada mulanya adalah
penggayaan dari Ta’liq. Tulisan ini dikembangkan pada akhir abad ke-15 oleh
Ibrahim Munif, yang kemudian disempurnakan oleh Syaikh Hamdullah. Gaya ini
benar-benar cursif, dengan garis yang dominan melengkung dan bersusun-susun.
Diwani kemudian
dikembangkan lagi dan melahirkan gaya baru yang lebih monumental disebut Diwani
Jali, yang juga dikenal sebagai Humayuni (kerajaan). Gaya ini sepenuhnya
dikembangkan oleh Hafidz Usman dan para muridnya.[14]
3.
Perkembangan
Kaligrafi Al-Quran di Indonesia
Di Indonesia, kaligrafi
merupakan bentuk seni budaya Islam yang pertama kali ditemukan, bahkan ia
menandai masuknya Islam di Indonesia. Ungkapan rasa ini bukan tanpa alasan
karena berdasarkan hasil penelitian tentang data arkeologi kaligrafi Islam yang
dilakukan oleh Prof. Dr. Hasan Muarif Ambary, kaligrafi gaya Kufi telah
berkembang pada abad ke-11, datanya ditemukan pada batu nisan makam Fatimah
binti Maimun di Gresik (wafat 495 H/1082 M) dan beberapa makam lainnya dari
abad-abad ke-15.
Bahkan diakui pula sejak
kedatangannya ke Asia Tenggara dan Nusantara, disamping dipakai untuk penulisan
batu nisan pada makam-makam, huruf Arab tersebut (baca: kaligrafi) memang juga
banyak dipakai untuk tulisan-tulisan materi pelajaran, catatan pribadi,
undang-undang, naskah perjanjian resmi dalam bahasa setempat, dalam mata uang
logam, stempel, kepala surat, dan sebagainya. Huruf Arab yang dipakai dalam
bahasa setempat tersebut diistilahkan dengan huruf Arab Melayu, Arab Jawa atau
Arab Pegon.
Pada abad XVIII-XX,
kaligrafi beralih menjadi kegiatan kreasi seniman Indonesia yang diwujudkan
dalam aneka media seperti kayu, kertas, logam, kaca, dan media lain. Termasuk
juga untuk penulisan mushaf-mushaf al-Quran tua dengan bahan kertas deluang
dan kertas murni yang diimpor.
Kebiasaan menulis
al-Qur’an telah banyak dirintis oleh banyak ulama besar di pesantren-pesantren
semenjak akhir abad XVI, meskipun tidak semua ulama atau santri yang piawai
menulis kalgrafi dengan indah dan benar. Amat sulit mencari seorang khattat
yang ditokohkan di penghujung abad XIX atau awal abad XX, karena tidak ada guru
kaligrafi yang mumpuni dan tersedianya buku-buku pelajaran yang memuat kaidah
penulisan kaligrafi.
Buku pelajaran tentang
kaligrafi pertama kali baru keluar sekitar tahun 1961 karangan Muhammad Abdur
Razaq Muhili berjudul ‘Tulisan Indah’ serta karangan Drs. Abdul Karim Husein
berjudul ‘Khat, Seni Kaligrafi: Tuntunan Menulis Halus Huruf Arab’ tahun 1971.
Pelopor angkatan
pesantren baru menunjukkan sosoknya lebih nyata dalam kitab-kitab atau
buku-buku agama hasil goresan tangan mereka yang banyak di tanah air. Para
tokoh tersebut antara lain; K.H. Abdur Razaq Muhili, H. Darami Yunus, H. Salim
Bakary, H.M. Salim Fachry dan K.H. Rofi’i Karim.
Angkatan yang menyusul
kemudian sampai angkatan generasi paling muda dapat disebutkan antara lain
Muhammad Sadzali (murid Abdur Razaq), K. Mahfudz dari Ponorogo, Faih
Rahmatullah, Rahmat Ali, Faiz Abdur Razaq dan Muhammad Wasi’ Abdur Razaq, H.
Yahya dan Rahmat Arifin dari Malang, D. Sirojuddin dari Kuningan, M. Nur Aufa
Shiddiq dari Kudus, Misbahul Munir dari Surabaya, Chumaidi Ilyas dari Bantul
dan lainnya. D. Sirajuddin AR selanjutnya aktif menulis buku-buku kaligrafi
danmengalihkan kreasinya pada lukisan kaligrafi.
Dalam perkembangan
selanjutnya, kaligrafi tidak hanya dikembangkan sebatas tulisan indah yang
berkaidah, tetapi juga mulai dikembangkan dalam konteks kesenirupaan atau visual
art. Dalam konteks ini kaligrafi menjadi jalan namun bukan pelarian bagi
para seniman lukis yang ragu untuk menggambar makhluk hidup. Dalam aspek
kesenirupaan, kaligrafi memiliki keunggulan pada faktor fisioplastisnya, pola
geometrisnya, serta lengkungan ritmisnya yang luwes sehingga mudah divariasikan
dan menginspirasi secara terus-menerus.
Kehadiran kaligrafi
yang bernuansa lukis mulai muncul pertama kali sekitar tahun 1979 dalam ruang
lingkup nasional pada pameran Lukisan Kaligrafi Nasional pertama bersamaan
dengan diselenggarakannya MTQ Nasional XI di Semarang, menyusul pameran pada
Muktamar pertama Media Massa Islam se-Dunia tshun 1980 di Balai Sidang Jakarta
dan Pameran pada MTQ Nasional XII di Banda Aceh tahun 1981, MTQ Nasional di
Yogyakarta tahun 1991, Pameran Kaligrafi Islam di Balai Budaya Jakarta dalam
rangka menyambut Tahun Baru Hijriyah 1405 (1984) dan pameran lainnya.
Para pelukis yang
mempelpori kaligrafi lukis adalah Prof. Ahmad Sadali (Bandung asal Garut),
Prof. AD. Pirous (Bandung, asal Aceh), Drs. H. Amri Yahya (Yogyakarta, asal
Palembang), dan H. Amang Rahman (Surabaya), dilanjutkan oleh angkatan muda seperti
Saiful Adnan, Hatta Hambali, Hendra Buana dan lain-lain. Mereka hadir dengan
membawa pembaharuan bentuk-bentuk huruf dengan dasar-dasar anatomi yang
menjauhkannya dari kaedah-kaedah aslinya, atau menawarkan pola baru dalam tata
cara mendesain huruf-huruf yang berlainan dari pola yang telah dibakukan
Kehadiran seni lukis
kaligrafi tidak urung mendapat berbagai tanggapan dan reaksi, bahkan reaksi itu
seringkali keras dan menjurus pada pernyataan perang. Namun apapun hasil dari
reaksi tersebut, kehadiran seni lukis kaligrafi dianggap para khattat sendiri
membawa banyak hikmah, antara lain menimbulkan kesadaran akan kelemahan para
khattat selama ini, kurang wawasan teknik, kurang mengenal ragam-ragam media
dan terlalu lama terisolasi dari penampilan di muka khalayak. Kekurangan
mencolok para khattat, setelah melihat para pelukis mengolah karya mereka
adalah kelemahan tentang melihat bahasa rupa yang ternyata lebih atau hanya
dimiliki para pelukis.
Perkembangan lain dari
kaligrafi di Indonesia adalah dimasukkan seni ini menjadi salah satu cabang
yang dilombakan dalam even MTQ. Pada awalnya dipicu oleh sayembara kaligrafi
pada MTQ Nasional XII 1981 di Banda Aceh dan MTQ Nasional XIII di Padang 1983.
Sayembara tersebut pada
akhirnya dipandang kurang memuaskan karena sistemnya adalah mengirimkan hasil
karya khat langsung kepada panitia MTQ, sedangkan penulisannya di tempat
masing-masing peserta. MTQ Nasional XIV di Pontianak meniadakan sayembara dan
MTQ tahun selanjutnya kaligrafi dilombakan di tempat MTQ.
E.
PENUTUP
Peradaban
Islam mulai muncul di permukaan ketika terjadi hubungan timbal balik antara
peradaban orang-orang Arab dengan non-Arab. Pada mulanya, Islam tidak
memerlukan suatu bentuk kesenian; tetapi bersama jalannya sang waktu, kaum
muslimin menjadikan karya-karya seni sebagai media untuk mengekspresikan
pandangan hidupnya. Mereka membangun bentuk-bentuk seni yang kaya sesuai dengan
perspektif kesadaran nilai Islam, dan secara perlahan mengembangkan gaya mereka
sendiri serta menambah sumbangan kebudayaan di lapangan kesenian.
Bangsa
Arab diakui sebagai bangsa yang sangat ahli dalam bidang sastra, dengan sederet
nama-nama sastrawan beken pada masanya, namun dalam hal tradisi tulis-menulis
(baca: khat) masih tertinggal jauh bila dibandingkan dengan beberapa bangsa di
belahan dunia lainnya yang telah mencapai tingkat kualitas tulisan yang sangat
prestisius. Sebut saja misalnya bangsa Mesir dengan tulisan Hierogliph, bangsa
India dengan Devanagari, bangsa Jepang dengan aksara Kaminomoji, bangsa Indian
dengan Azteka, bangsa Assiria dengan Fonogram/Tulisan Paku dan pelbagai negeri
lain sudah terlebih dahulu memiliki jenis huruf/aksara. Keadaan ini dapat
dipahami mengingat Bangsa Arab adalah bangsa yang hidupnya nomaden
(berpindah-pindah) yang tidak mementingkan keberadaan sebuah tulisan, sehingga
tradisi lisan (komunikasi dari mulut ke mulut) lebih mereka sukai, bahkan
beberapa diantara mereka tampak anti huruf. Tulisan baru dikenal pemakaiannya
pada masa menjelang kedatangan Islam dengan ditandai pemajangan al-Mu’alaqât
(syair-syair masterpiece yang ditempel di dinding Ka’bah).
Selain
di kawasan negeri Islam bagian timur (al-Masyriq) yang membentang di sebelah
timur Libya termasuk Turki, dikenal juga kawasan bagian barat negeri Islam
(al-Maghrib) yang terdiri dari seluruh negeri Arab sebelah barat Mesir,
termasuk Andalusia (Spanyol Islam). Kawasan ini memunculkan bentuk kaligrafi
yang berbeda. Gaya keligrafi yang berkembang dominan adalah Kufi Maghribi yang
berbeda dengan gaya di Baghdad (Irak). Sistem penulisan yang ditemukan oleh
Ibnu Muqlah juga tidak sepenuhnya diterima, sehingga gaya tulisan kursif yang
ada bersifat konservatif.
Di
Indonesia, kaligrafi hadir sejalan dengan masuknya agama Islam melalui jalur
perdagangan pada abad ke-7 M, lalu menyebar ke pelosok nusantara sekitar abad
ke-12 M. Pusat-pusat kekuasaan Islam seperti di Sumatera, Jawa, Madura,
Sulawesi, menjadi kawah candradimuka bagi eksistensi kaligrafi dalam
perjalanannya dari pesisir/pantai merambah ke pelosok-pelosok daerah.
Secara
genalogis, banyak pendapat yang mengemukakan tentang siapa yang mula-mula
menciptakan kaligrafi. Untuk mengungkap hal tersebut cerita-cerita keagamaanlah
yang paling tepat dijadikan pegangan. Para pakar Arab mencatat, bahwa Nabi
Adam-lah yang pertama kali mengenal kaligrafi.
Secara
garis besar, kaligrafi dapat dikelompokkan menjadi dua aliran utama, yaitu
kaligrafi “murni” dan “lukisan” kaligrafi. Pertama, kaligrafi murni dimaksudkan
sebagai kaligrafi yang mengikuti pola-pola kaidah yang sudah ditentukan dengan
ketat, yakni bentuk yang tetap berpegang pada rumus-rumus dasar kaligrafi
(khath) yang baku. Kaligrafi murni ini dapat dibedakan dengan jelas
aliran-aliran seperti Naskhi, Tsuluts, Rayhani, Diwani, Diwani Jali, Farisi,
Kufi dan Riq’ah. Kedua, lukisan kaligrafi adalah model kaligrafi yang
digoreskan pada hasil karya lukis, atau coretan kaligrafi yang “dilukis-lukis”
sedemikian rupa –biasanya dengan kombinasi warna beragam, bebas dan (umumnya)
tanpa mau terikat dengan rumus-rumus baku yang sudah ditentukan. Model inilah
yang digolongkan ke dalam aliran kaligrafi kontemporer. Kaligrafi kontemporer
adalah istilah atau sebutan untuk sebuah karya yang “memberontak” atau
“menyimpang” dari rumus-rumus dasar kaligrafi, yang merupakan bentuk
manifestasi gagasan dalam wujud visual.
DAFTAR
PUSTAKA
Affandi M. Ekspresi Simbolik, Religius dan Estetika dalam Karya
Lukis Kaligrafi.
Yogyakarta:
FPBS-IKIP, 1994
Huda, Nurul dan Maryani, Syamsul.
Melukis Ayat Tuhan : pengantar praktis berkaligrafi Arab.
Yogyakarta:
Gama Media, 2003.
Masruri, Hadi. Belajar Menulis Indah Kaligrafi Arab. Yogyakarta :
Pilar Media, 2002.
Sirojuddin D. AR. Seni Kaligrafi Islam. cet. I, edisi II. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2000
Sumber
Internet:
Akhmad Bukhori, Sejarah Perkembangan Kaligrafi, http://akhmadbukhori.blogspot.com/2013/03/sejarah-perkembangan-kaligrafi.html,
diakses Jumat 16 Januari 2015 jam 08.10 WIB
Akmaluddin Yazid, Sejarah Perkembangan Kaligrafi Arab, http://ilmiproduction.blogspot.com/2014/03/sejarah-dan-perkembangan-kaligrafi-arab.html,
diakses Jumat 16 Januari 2015 jam 08.00 WIB
Annisa Nur Fitriani, Kaligrafi dan Macam-macamnya. http://iecha1494.blogspot.com/2013/02/kaligrafi-macam-macamnya_14.html,
diakses Jumat 16 Januari 2015 jam 08.10 WIB
Blog Anshor, Sejarah Perkembangan Kaligrafi Islam, http://anshar-mtk.blogspot.com/2013/02/sejarah-perkembangan-kaligrafi-islami.html, diakses
16 Januari 2015 jam 08.10 WIB
Education dan Dakwah, Sejarah Perkembangan Kaligrafi Arab, http://ilmiproduction.blogspot.com/2014/03/sejarah-dan-perkembangan-kaligrafi-arab.html,
diakses Jumat 16 Januari 2014 jam 08.10 WIB
[1] Education dan
Dakwah, Sejarah Perkembangan Kaligrafi Arab, http://ilmiproduction.blogspot.com/2014/03/sejarah-dan-perkembangan-kaligrafi-arab.html, diakses Jumat
16 Januari 2014 jam 08.10
[2]Akhmad Bukhori,
Sejarah Perkembangan Kaligrafi, http://akhmadbukhori.blogspot.com/2013/03/sejarah-perkembangan-kaligrafi.html, diakses Jumat
16 Januari 2014 jam 08.10
[3]Education dan
Dakwah, Sejarah Perkembangan Kaligrafi Arab, http://ilmiproduction.blogspot.com/2014/03/sejarah-dan-perkembangan-kaligrafi-arab.html, diakses Jumat
16 Januari 2014 jam 08.10
[4]Annisa Nur
Fitriani, Kaligrafi dan Macam-macamnya. http://iecha1494.blogspot.com/2013/02/kaligrafi-macam-macamnya_14.html, diakses Jumat
16 Januari 2014 jam 08.10
[5]Nurul Huda dan
Syamsul Maryani, Melukis Ayat Tuhan : pengantar praktis berkaligrafi Arab,
(Yogyakarta: Gama Media, 2003) hlm. 7
[6]Hadi Masruri, Belajar
Menulis Indah Kaligrafi Arab, (Yogyakarta : Pilar Media, 2002), hlm. 2
[7]Nurul Huda dan
Syamsul Maryani, Melukis.... hal. 7
[8]Nurul Huda dan
Syamsul Maryani, Melukis.... hal. 8
[9]Nurul Huda dan
Syamsul Maryani, Melukis.... hal. 9
[10]Nurul Huda dan
Syamsul Maryani, Melukis.... hal. 10
[11]Nurul Huda dan
Syamsul Maryani, Melukis.... hal. 11
[12]Nurul Huda dan
Syamsul Maryani, Melukis.... hal. 11
[13]Akmaluddin
Yazid, Sejarah Perkembangan Kaligrafi Arab, http://ilmiproduction.blogspot.com/2014/03/sejarah-dan-perkembangan-kaligrafi-arab.html, diakses Jumat
16 Januari 2015 jam 08.00
[14]Akmaluddin
Yazid, Sejarah Perkembangan Kaligrafi Arab, http://ilmiproduction.blogspot.com/2014/03/sejarah-dan-perkembangan-kaligrafi-arab.html, diakses Jumat
16 Januari 2015 jam 08.00
1 komentar:
Kami adalah pengrajin sekaligus penjual berbagai macam
kaligrafi kufi yang sangat berkualitas dan dengan design yang
beda dari yang lainnya namun dengan harga yang sangat
terjangkau.
Produk kami sangat cocok sekali di buat pajangan dinding rumah
kantor dan lain - lain.
Kunjungi website kami di Jual Kaligrafi
Posting Komentar